[Resensi] Novel Kue-Kue Cinta


Sekeranjang Kue Cinta


Bagai makan es cream paling enak di kedai yang pelayanannya oma dan opa.
Kira-kira seperti itu gambaran sederhana saat membaca, menelaah,
 dan menikmati novel karya duet Fita Chakra dan Wylvera W.

Menceritakan tentang sebuah keluarga dengan dua orang anak, kakak beradik –Awang dan Nining, serta seorang asisten keluarga yang telah berusia 45 tahun dan belum menikah.  Suatu kali ayah mereka meninggal sehingga sang Ibu terpaksa menjadi TKI di Malaysia untuk membiayai kedua anaknya.
Entah mengapa, selama menjadi TKI Sang Ibu tidak pernah mengirim uang sehingga kedua anaknya harus keluar dari sekolah lantaran menunggak uang SPP. Bahkan kedua kakak beradik itu harus ngamen.
Perjalanan ngamen mereka pun tidak serta merta mudah, mereka harus berhadapan dengan pengamen lain dan preman jalanan hingga akhirnya mereka memutuskan untuk berhenti mengamen dan menjual kue-kue buatan bibi mereka.
Untuk mengobati kerinduan kepada Sang Ibu, Awang dan Naning mengirim surat. Lagi-lagi, entah mengapa surat-surat tersebut tak pernah dibalas satu pun. Barangkali ini trik supaya pembaca geregetan saat membaca novel setebal 224 halaman ini.
Lantas, apa yang terjadi sebetulnya dengan Sang Ibu yang sedang mengadu nasib di negeri tetangga? Kenapa tidak pernah kirim uang? Kenapa tidak pernah membalas surat-surat Awang dan Naning? Pertanyaan-pertanyaan tersebut terjawab pada lembaran-lembaran akhir novel ini.
Membaca novel ini membuat penasaran ingin terus membaca hingga lembar terakhir, sayangnya, bagi yang tidak sabar, pasti ingin terburu-buru membuka lembar terakhir. Buat saya sendiri, apa yang dibangun di novel ini semua serba nanggung.
Label novel ini untuk teens, tetapi hampir tiga perempat bagian dari novel ini menceritakan kedua tokoh yang notabene adalah anak-anak. Tidak sekadar menceritakan ketokohannya, tetapi menceritakan lika-liku yang mereka alami. Seperempat bagian lagi menceritakan kehidupan bunda mereka yang jelas-jelas sudah dewasa. So? Novel anak-anak, teens, or umum? Atau malah harusnya tidak usah dikasih label? Silahkan jawab setelah beli dan membaca.
Saya sempat tersentak dan benar-benar terbangun emosinya saat membaca lembar-lembar di mana Sang Ibu pulang dan mendapati anak-anaknya terlantar lantaran uang yang selama ini dikirim untuk anak-anak mereka tidak sampai. Dan, untuk bagian ini saya memberi apresiasi lebih kepada penulis. Hanya pada bagian itu saja. Bagian yang lain? Silahkan baca sendiri.
And … apapun itu, saya sangat menghargai usaha debutan duet penulis buku ini karena sangat tidak mudah menyatukan satu ide dalam dua kepala. Penulis itu sangat independent, sangat tidak mudah kecuali masing-masing menurunkan haknya.
Selamat mengarungi rimba kepenulisan buat para penulis novel ini dan selamat membaca buat pembaca. Saya tidak ingin pembaca hanya melihat sisi klise ide dasar novel ini, saya ingin pembaca mengapresiasi dari jejak rekam kehidupan yang ada pada novel terbitan  Penerbit Pelangi Indonesia ini.
 

 Mau Jago Nulis dan Jadi Pemenang di Dunia Tulis Menulis? Ikut Kelas Nulis "WinnerClass" aja.
Previous article
Next article

5 Komentar

"Monggo, ditunggu komentarnya teman-teman. Terima kasih banyak"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel