10daysforASEAN
AseanBlogger
Mau Jago Nulis dan Jadi Pemenang di Dunia Tulis Menulis? Ikut Kelas Nulis "WinnerClass" aja.
[10daysforASEAN] Borobudur Vs Angkor Wat
Obrolan
Nyi Iteung dan Kang Kabayan
Borobudur Vs Angkor
Wat
Negara-negara
serumpun akan lebih mudah berkolaborasi karena memiliki kesamaan dalam pola
pikir, cara pandang, tindakan, dan tujuan.
Hal ini akan
memudahkan dalam terbentuknya komunitas ASEAN.
“Nyampe nggak?” tanya Kang Kabayan sewaktu tangan Nyi
Iteung mencoba menyentuh Kunto Bimo. Arca dalam stupa yang konon dapat
mengabulkan permintaan, jika kita berhasil menyentuhnya. Bagian yang disentuh
telapak kaki untuk wanita dan tangan untuk pria.
“Nyampe, Kang,” jawab Iteung dengan senyum sumringah. Beberapa
menit kemudian dia komat-kamit minta sesuatu. Mitos ini hingga sekarang
berkembang di masyarakat.
Mitos lainnya, menurut cerita, jika ada sepasang kekasih
lewat di antara sepasang arca singa yang ada di sebelah kanan dan kiri candi,
maka hubungannya tidak akan sampai pada jenjang pernikahan. Mitos-mitos seperti
ini memang banyak berkembang seiring dengan kepercayaan masyarakat pada saat
itu.
Visual dari Blog Ini |
Candi Borobudur dibangun oleh pengikut Buddha Mahayana
pada masa pemerintahan Dinasti Dinasti pada abad IX, sekitar tahun 800 sebelum
masehi. Pada saat pemerintahan Raja Samaratungga dan selesai pada masa
pemerintahan Ratu Pramudawardhani, putri Raja Samaratungga.
Candi Borobudur terletak di Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah, sekitar 40 KM dari Yogyakarta. Selama berabad-abad candi tidak
digunakan karena tertutup tanah vulkanik letusan gunung berapi. Bangunan juga
tertutup pepohonan dan semak belukar. Candi pun terlupakan saat Islam datang ke
Indonesia sekitar abad XV.
Tahun 1814, pada saat Inggris menduduki Indonesia, Sir
Thomas Stamford Raffles mendengar penemuan benda arkeolog di Desa Bumisegoro,
Magelang. Raffles kemudian meminta Cornelius, seorang Insinyur Belanda untuk
menyelediki dan ternyata memang benar ada bangunan besar di sana. Pada tahun 1835,
kemudian dimulailah penggalian seluruh kawasan candi.
Tahun 1956 pemerintah Indonesia meminta bantuan daru
UNESCO untuk memeriksa kerusakan Candi Borobudur. Pada tanggal 10 Agustus 1973 pemerintah
Indonesia memutuskan pelaksanaan pemugaran Borobudur oleh UNESCO. Proses
renovasi selesai pada tahun 1984. UNESCO
kemudian menetapkan Candi Borobudur sebagai salah satu World Heritage Site yang perlu dijaga.
Visual diambil dari Blog Ini |
Tidak jauh berbeda dengan Candi Borobudur. Nun jauh di
Kamboja sana juga ada Candi Angkor Wat yang dibangun pada abad XII. Pernah ditenggelamkan
oleh pepohonan dan kemudian direstorasi hingga menjadi salah satu bangunan yang
luar biasa. Angkor Wat juga tercatat sebagai World Heritage Site oleh UNESCO dan perlu kita jaga.
Ada kesamaan antara Borobudur dan Angkor Wat selain
sama-sama dikukuhkan sebagai World Heritage Site. Kesamaan ini terungkap dari
prasasti Sdok Kak Thom di Kamboja. Ada hubungan kultural, politik, dan ekonomi
antara Jawa dan Kamboka.
Raja Kamboja –Jayavarman II menurut sejarah pernah
merantau ke tanah Jawa hingga abad IX. Kemungkinan besar dari Raja Jayavarman
II inilah yang membuat relief yang ada di Angkor Wat mirip dengan relief yang
ada di Borobudur.
Kemungkinan-kemungkinan ini kemudian diseminarkan oleh
para cendikia dan pemerhati candi, pada tanggal 5-6 Desember 2009 di Siem Reap
Kamboja. Mereka sepakat, antara Borobudur dan Angkor Wat memang memiliki
kesamaan, walaupun keduanya dibangun pada masa yang berbeda.
“Nyai tadi minta apa?” tanya Kang Kabayan setelah Nyi
Iteung mengeluarkan tangannya.
“Nyai minta kepada Tuhan supaya suatu saat nanti bisa
berkunjung ke kembaran Borobudur di Kamboja.”
“Memang Borobudur punya kembaran?”
“Punya Kang, namanya Angkor Wat. Makanya atuh akang teh
harus banyak baca biar tahu.”
“Kok bisa kembar? Apa itu menandakan antara Indonesia dengan
Kamboja serumpun?” tanya Kang Kabayan lagi.
Paling tidak ada banyak kesamaan antara Indonesia
dengan Kamboja. Pertama akar budaya. Akar
budaya Indonesia dan Kamboja memiliki kesamaan, terutama karena sama-sama
dipengaruhi oleh kebudayaan Agama Budha dan Agama Hindu. Tidak heran, banyak
mitos-mitos yang tersebar di antara kedua negara tersebut. Mitos ini menguatkan
kesamaan kultur dan budaya.
Kedua Bahasa. Bahasa negara-negara
di wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Kamboja masuk dalam rumpun
Austranesia. Rumpun Austranesia menjadi rumpun bahasa dengan penutur terbanyak
ke-5 di dunia. Dalam rumpun Austronesia, Bahasa Indonesia dan Bahasa Cham (yang
digunakan di Vietnam dan Kamboja) termasuk dalam kategori Bahasa Maloyo. Sehingga,
antara Indonesia dan Kamboja tidak diragukan lagi ke-serumpunan-nya.
Ketiga Fisik. Fisik antara
orang Indonesia dan Kamboja sama. Walaupun ada yang bilang warna kulit penduduknya
berbeda. Negara-negara asia yang wilayahnya berada di bawah cenderung hitam,
sementara kulit penduduk negara-negara asia yang berada di wilayah atas
kulitnya lebih putih dan sipit-sipit.
“Jadi kapan minta ke Kambojanya?” sekali lagi Kang
Kabayan bertanya.
“Secepatnya Akang. Soalnya, sebentar lagi kan ASEAN
Economic Community. Siapa tahu nanti Iteung bisa ikut berpartisipasi
meramaikannya.”
“Maksudnya?” Kang Kabayan belum mengerti.
Dalam ASEAN Economic Community itu ada salah satu
pilar utama yang sangat penting dan bisa dikembangkan, yaitu sektor pariwisata.
“Siapa tahu Nyai jadi duta wisata kan, lumayan bisa
jalan-jalan gratis. Didoakan ya, Akang, ” jawab Nyi Iteung sambil senyum
bungah.
Kang Kabayan mengangguk, ikut bungah dengan keinginan
Nyi Iteung menyukseskan ASEAN Economic Community.***
Mau Jago Nulis dan Jadi Pemenang di Dunia Tulis Menulis? Ikut Kelas Nulis "WinnerClass" aja.
Previous article
Next article
Belum ada Komentar
Posting Komentar
"Monggo, ditunggu komentarnya teman-teman. Terima kasih banyak"