Ayah Memang Beda by Nada Firdaus

“Kamu dijemput siapa?” tanya Reza, teman sekelasku.
“Ayah,” jawab saya.
“Kamu selalu dijemput Ayah?” tanya Reza lagi.
Saya mengangguk, “Iya, Ayah selalu jemput. Jemput saja karena pagi dianter mobil jemputan sekolah,” jawab saya lagi.

Biasanya, abis asar Ayah sudaha ada di depan sekolah, tapi sudah sepuluh menit lewat, Ayah belum datang juga. Saya melihat jam tangan dengan gelisah. Takut terjadi apa-apa di jalan.
“Kamu enak, bisa dijemput Ayah,” kata Reza beberapa saat kemudian. Setelah kami sama-sama diam.
“Memangnya kamu tidak pernah dijemput Ayah?”
Reza menggeleng.
“Oh. Tapi kamu pakai antar jemput sekolah, kan?”
Reza mengangguk.
“Berarti tidak dijemput Ayah juga tidak apa-apa.”
Diam-diam saya melihat mata Reza. Sepertinya dia mau nangis. Apa saya salah bicara, ya?
“Kamu kenapa?” akhirnya saya bertanya.
Reza menggeleng, “Tidak apa-apa. Aku hanya ingin dijemput Ayah,” katanya.
Saya sedikit lega, “Kamu tinggal minta dijemput ayah kamu, kan?” tanya saya kemudian.
“Sudah, tapi Ayah selalu bilang tidak bisa,” jawab Reza sambil menunduk. Sepertinya, dia sekarang sudah menangis. Saya memberi sepotong coklat yang sedang saya makan.
“Tidak bisa kenapa?”
“Ayahku sangat sibuk. Ayah pergi ke kantor pagi-pagi sekali, bahkan ketika aku belum bangun. Ayah pulang kantor malam-malam, saat aku sudah tidur. Aku ketemu hanya hari sabtu dan minggu. Itu pun kalau Ayah tidak ada kegiatan di kantor.”
“Ooooh ...,” tiba-tiba saya teringat Ayah yang sampai sekarang belum jemput juga, padahal sudah lama sekali menunggu.
Ayah saya beda dengan ayah-ayah yang lain. Tiap pagi ayah yang membangunkan saya dan adik-adik saya. Ayah juga yang memandikan saya dan adik-adik saya. Kadang-kadang kalau bunda sedang sibuk, ayah juga yang menyuapi saya dan adik-adik saya sarapan.
Saya pernah tanya, kenapa ayah melakukan itu semua? Ayah jawabnya karena sayang sama saya dan adik-adik saya. Juga sayang sama Bunda. Sejak adik kedua saya lahir, di rumah tidak ada pembantu, jadi ayah dan bunda berbagi tugas mengurus saya dan adik-adik saya.
“Reza, jemputan kamu sudah mau pergi,” kata saya.
“Oh iya, aku pulang dulu, ya,” kata Reza.
Saya mengacungkan jempol.
“Kapan-kapan boleh kan, aku minta dijemput ayah kamu?” kata Reza sebelum pergi.
Saya tertawa kecil, “Ok. Nanti saya bilang Ayah, ya, kalau tidak sibuk,” kata saya.
Sepeninggal Reza, mobil Ayah datang. Saya tersenyum lebar melihat mobil ayah berhenti tepat di depan saya. Ayah menyuruh saya masuk mobil. Tidak lama kemudian mobil melaju kembali ke rumah. Ayah saya juga sibuk seperti ayah reza, tapi selalu punya waktu untuk saya. ah, ayah saya memang beda.


Previous article
Next article

4 Komentar

  1. tulisannya mengharukan, nada kereenn...

    BalasHapus
  2. Jadi kangen bokap ihik ihik ihik dulu waktu kecil beliau yg nyuapin sarapan :-) #LoveBokap

    BalasHapus
  3. Singkat, tapi dapat. Mau nulis begitu juga hehe

    BalasHapus

"Monggo, ditunggu komentarnya teman-teman. Terima kasih banyak"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel