Wisata
Masjid Agung Paris Simbol Toleransi Agama di Eropa
Setelah beberapa saat Metro
yang kami tumpangi melaju, akhirnya kami tiba juga di Stasiun Place Monge (Jardin des plantes). Metro adalah salah satu kereta api paling banyak digunakan untuk angkutan umum di
Paris. “Kayaknya tidak afdol ke Paris hanya liat Menara Eifel atau Lovre, kita
harus berjamaah juga di Masjid Agung Paris,” kata salah satu teman dalam
rombongan.
Taman yang Asri di Masjid Agung (Foto: Alee) |
Saya dan rombongan sengaja
naik Metro line 7 dan turun di Stasiun Place untuk shalat asar di Masjid Agung
Paris. Letak masjid hanya beberapa meter dari Stasiun Place. Kita sempat
kebingungan karena tidak ada tanda-tanda ada masjid di sana, yang ada jalanan
dengan toko-toko dan pemukiman penduduk.
Masjid terbesar di Prancis
tersebut terletak di distrik 5 Kota Paris, tepat di jantung Kota Paris.
Jaraknya kurang lebih hanya satu mil dari Notre Dame.
Grande Mosquee de Paris, begitu Masjid Agung ini
dikenal masyarakat, dibangun untuk menghormati masyarakat Muslim Prancis yang
ikut bertempur di Pertempuran Verdun tahun 1916 dalam Perang Dunia I. Dengan
dinding putih bersih, atap bercorak hijau-biru, dan bagian-bagian bangunan yang
tertata rapi, menjadikan masjid ini tempat ibadah yang nyaman dan indah.
Dominasi Arsitektur Moor
Begitu masuk pintu gerbang
masjid, kami disambut jejeran pohon cemara yang tidak terlalu tinggi dengan
kolam di bagian tengah, dan beberapa air mancur. Taman kecil nan asri itu
mengingatkan pada General Life atau
taman-taman di kompleks Alhambra, Granada, Spanyol. Arsitektur gaya Moor yang
tecermin di Alhambra, sangat terlihat juga di masjid ini. Barangkali karena
saat dibangun pada tahun 1922, pemerintah Prancis menggunakan arsitek asal
Afrika Utara untuk mendesain masjid.
Karena waktu asar hampir
usai, saya dan rombongan buru-buru menuju tempat wudhu yang terdapat di bawah
masjid. Saya dan rombongan menjejak turun melalui tangga menuju bagian bawah
masjid. Jajaran tempat berwudhu dan toilet terletak di area ini. Beberapa
bangku kayu diletakkan di hadapan keran air untuk berwudhu.
Arsitek yang Luar Biasa Indah di Pintu Depan Masjid (Dok. Alee) |
Setelah itu kami naik
kembali menyusuri koridor dengan pintu-pintu kayu berukir. Di beberapa sisi,
dinding dilengkapi mozaik keramik. Lagi-lagi gaya Moor sangat terasa. Mozaik
keramik seperti itu dengan mudah dapat kita temui di Istana Nazaries, Alhambra.
Sebelum tergoda untuk
melihat-lihat bagian masjid, saya dan rombongan masuk ruang utama. Pilar-pilar
putih bergaya Maroko menopang langit-langit ruangan. Karpet warna hijau tua dan
hijau muda terhampar. Sebagai pembatas jamaah pria dan wanita ada sebuah tirai
berwarna hijau yang cukup tinggi.
Suasana tenang dan teduh
membuat shalat kami khusuk, seolah jauh dari keramaian Kota Paris yang tak
pernah usai.
Simbol Toleransi
Grande Mosquee de Paris
yang diresmikan pada 15 Juli 1926 memiliki beberapa bagian bangunan. Bagian
depan, bagian tengah, dan bagian utama. Pada bagian depan, persis ketika kita
masuk, terdapat taman hijau, bersih, dan terawat. Sebagian dinding taman
ditutupi tumbuhan hijau yang merambat, sangat serasi dengan lantainya yang
berwarna hijau toska.
Lantai taman mengapit
jejeran pohon dan kolam yang dialiri gemericik air, membuat kita betah
berlama-lama berada di sana. Kondisi ini sangat berbeda dengan Masjid Agung di
Bandung yang lebih banyak pedagang asongan di banding dengan pohon dan
bunga-bunga.
Pada salah satu sisi taman
terlihat jelas menara masjid setinggi 33 meter. Pada bagian taman lain terdapat
prasasti yang melekat di dinding. Prasasti bertulis Aux soldats musulmans Morts pour la France 1914-1918 untuk
mengenang kaum muslim yang ikut perang melawan German tahun 1914 hingga 1918.
Saat itu lebih dari 100.000 muslim yang meninggal.
Masjid dibangun sebagai
tanda terima kasih Pemerintah Prancis kepada kaum Muslim Prancis. Presiden
Prancis saat itu, Gaston Doumergue sendiri yang meresmikan masjid, yang
dibangun di atas lahan seluas 1 hektar bekas Rumah Sakit Mercy.
Saat masjid resmi
digunakan, masyarakat dunia baru saja pulih dari trauma Perang Dunia I. Saat
itu German mengalami kekalahan, namun Adolf Hitler, pemimpin German tidak
menyerah begitu saja. Ia berusaha menancapkan pengaruhnya melalui berbagai
propaganda. Salah satu propaganda yang dilancarkan melalui Nazi adalah menyebar
kebencian terhadap Yahudi.
Pada saat Perang Dunia II
berlangsung, bangsa Yahudi hidup di bawah bayang-bayang ketakutan. Nazi tidak
segan membunuh bangsa Yahudi. Mereka mendirikan kamp-kamp konsetrasi yang
dikenal dengan nama Holocaust.
Bagian Tengah Masjid yang Cukup Luas (Foto: Alee) |
Dalam buku berjudul The
Mosque That Sheltered Jews, sang penulis Annette Herskovits, mengungkapkan
bagaimana umat Islam di Prancis selama Perang Dunia II membantu ratusan orang
Yahudi, kebanyakan anak-anak, melarikan diri dari Nazi.
Herskovits sendiri salah
satu korban tindakan Holocaust. Dia menceritakan komunitas Muslim di Prancis
yang sebagian besar keturunan Aljazair, menyembunyikan sekitar 1.700 orang
asing dari kamp-kamp pembantaian Nasi yang sebagian besar adalah orang Yahudi.
Mereka disembunyikan di
dalam sebuah bangunan masjid yang berada di pusat Kota Paris. Masjid tersebut
digambarkan memiliki menara yang tinggi dan sebuah taman yang indah. Herskovits
juga menceritakan, imam masjid saat itu, Kaddour Benghabrit, membantu
orang-orang Yahudi mendapatkan sejumlah dokumen palsu, seperti sertifikat
identitas sebagai Muslim, akte kelahiran hingga surat nikah.
Sang imam tidak segan-segan
menyembunyikan mereka di masjid dan di rumah-rumah yang ada di lingkungan
sekitar masjid. Bahkan membantu mereka melarikan diri dengan cara menyusuri
Sungai Seine dan menumpang kapal kargo. Masjid ini menjadi pesan toleransi dan
harmonisasi antar pemeluk agama di Prancis khususnya dan di Eropa pada umumnya.
Bagian tengah, terdapat
patio (ruang lapang terbuka). Ada sebuah kolam kecil berbentuk bulat terletak
di bagian tengah yang di atasnya terdapat payung yang bisa dibuka-tutup,
seperti payung besar di Masjidil Haram. Payung ini dibuka setiap shalat jumat,
shalat tarawih, atau shalat idul fitri, pada saat jamaah sedang penuh.
Pada awal berdiri, kolam
kecil ini merupakan sumur tempat pemandian umum yang biasa disebut Hammam, tempat pemandian orang-orang Muslim
Maroko yang dikenal dengan nama La Cour
dHonneur. Para pria menggunakan pemandian tersebut pada musim dingin di
hari Selasa dan Minggu, pada hari lainnya digunakan khusus untuk wanita.
Ruang Dalam Masjid yang Sejuk dan Nyaman (Foto: Alee) |
Pada bagian utama masjid
yaitu ruang shalat, terdapat dua mimbar, satu mimbar khusus untuk khutbah
shalat jumat, mimbar yang lainnya untuk khutbah pada hari raya Islam. Mimbar
pertama terbuat dari kayu berkualitas tinggi merupakan pemberian Raja Fuad
pertama dari Mesir. Mimbar yang lain pemberian Raja Son Altesse Lamine Bey dari
Tunisia.
Dalam ruang shalat,
terhampar karpet indah pemberian Raja Iran, Shah Reza Pahlevi. Karpet ini
merupakan karya seni Persia yang dibuat di Djanchaghan. Selain itu, Masjid
dilengkapi perpustakaan, ruang pertemuan serta sebuah institut agama Islam.
Setelah mencoba membaca
sejarah dengan melihat seluruh ruangan yang ada di masjid, saya dan rombongan
kembali menuju Stasiun Place Monge untuk melanjutkan perjalanan berikutnya.
Saat itu, cuaca menjelang musim dingin sudah mencapai 5 derajat.
@KreatorBuku
Previous article
Next article
Menarik sekali, jadi ingin juga pergi ke Paris dan masuk masjid nya ... Artikel pariwisata yang menarik pa :)
BalasHapusTerima kasih Risya ... yuk ke sana, hehe
HapusIni pas ke Paris beberapa tahun yang lalu, ya Mas Ali?
BalasHapusnanti bulan madu harus ke Paris terus berkunjung ke masjid ini. ^_^
BalasHapusAamiin
Saya seorang non-muslim, tapi saat berkunjung ke Turki saya jatuh cinta pada masjid-masjid yang ada di sana. Lihat foto-fotomu saya jadi kepingin lihat masjid di Paris ini, Kak! Keindahan memang nggak mengenal perbedaan, ya. :)
BalasHapusYuk, ikutan! -> GIVEAWAY: Hemat Ongkos dengan Uber http://wp.me/p39Fhn-ps #senjamoktika
Thanks infonya mas ali..salam kenal..menarik info mengenai Mesjid Agung Paris..sayangnya waktu saya kesana tahun 2011 blm sempet mampir..next time wajib mampir nih kalo baca ceritanya mas ali..
BalasHapuswah keren benget... om... kapaan bisa kesini.. errrr
BalasHapusSubhanallah,,, semoga tolerasi bisa selalu dijaga di Paris
BalasHapus