Kucing Kecil by Nada Firdaus

Sejak di rumah ada kucing kecil, setiap pagi, siang, sore, dan malam ada saja keributan. Terutama adik saya yang tidak terlalu suka sama kucing.
“Kucing nakal! Buang saja!” kata Rahma, adik saya sambil naik kursi makan.
Saya yang sedang memakai sepatu langsung mengambil kucing kecil belang tiga itu, lalu membawanya keluar. Lalu saya mengambil ikan dan diberikan kepada kucing yang baru berumur sebulan lebih.

“Tenang. Kucingnya nggak galak, kok,” kata saya.
“Nggak galak gimana? Orang kemarin juga makan naget aku,” adik saya tetep nggak suka.
“Makanya, suka ngasih makan, jadi nagetnya nggak dicuri, hehehe,” saya meledek.
Kalau sudah ribut, Bunda yang melerai, “Nanti kalau ribut terus kucingnya biar dikasih ke orang, biar nggak ribut terus,” katanya.
“Betul, Bun. Buang saja,” kata adik saya.
Apa yang dikatakan Bunda ternyata benar-benar terjadi. Karena saya dan adik saya ribut terus, si kucing kecil dibuang di taman dekat komplek. Selama seharian rumah aman dari kucing. Saya dan adik saya jadi tidak ribut lagi karena si kucing.
Akan tetapi, besoknya, kucing kecil itu sudah ada di depan rumah, sedang meringkuk di tempat biasa tidur. Saya cuma tersenyum.
Kucing kecil itu ditinggal pergi induknya seminggu setelah lahir. Awalnya ada 3 ekor. Entah, yang 2 ekor ke mana. Sekarang yang sering main ke rumah tinggal 1 ekor. Kalau pagi dan malam hari pasti ke rumah dan tidur di depan rumah.
Setiap pagi dan malam, ayah atau bunda memberikan sisa-sisa makanan. Kadanag-kadang ikan, tempe, tulang ayam atau tulang kambing. Jadinya si kucing kecil betah. Hanya adik saya tidak suka, sehingga kucingnya tidak boleh masuk rumah.
Kadang-kadang, kalau adik tidak ada si kucing masuk dan saya ajak main. Saya senang si kucing kecil kelihatan bahagia walau tidak ada induknya. Adik bungsu saya juga suka ikut main. Jadi tinggal adik saya yang pertama yang belum suka kucing.
Pernah, suatu malam ada kucing besar mau menggigit kucing kecil. Mereka sepertinya berebut makanan. Saya mengintip dari jendela, kucing kecil itu melawan dan kucing besar kabur. Saya diam-diam mengacungkan jempol.
Hingga, suatu kali kami semua pergi nengok nenek selama seminggu. Kucing kecil itu tidak diajak. Saat pulang, kucing kecil itu tidak kelihatan.
“Ada kucingnya, Kak?” tanya adik saya tiba-tiba.
“Nggak ada. Mungkin sudah pergi atau mencari rumah lain,” jawab saya.
“Mencari rumah lain? Berarti nggak akan ke sini lagi, dong.”
“Mungkin. Kalau ke sini lagi kamu juga nggak suka.”
Adik saya diam. Saya lihat dia berdiri melihat kardus sepatu, tempat biasa si kucing kecil tidur.
“Kamu kenapa?” tanya saya.
“Aku kangen sama kucing itu, Kak. Walau pun suka nyuri naget aku,” jawab adik saya.
Meong …. Meong … tiba-tiba dari pintu gerbang masuk kucing kecil. Kucing yang selama ini tinggal di rumah kami. Kucing kecil yang nakal, tetapi kami sangat menyayanginya.


Previous article
Next article

1 Komentar

  1. wah saya jadi inget sama kucingku dulu. dulu pernah nemuin kucing di sekolah. terus gara-gara dia bab sembarangan langsung bapakku marah dan ngebuang dia ke pantai. tapi besoknya aku liat dia di sekolah lagi. padahal jarak pantai dan sekolah cukup jauh. Terharu saya nangis liat tuh kucing, akhirnya saya bawa pulang lagi.

    BalasHapus

"Monggo, ditunggu komentarnya teman-teman. Terima kasih banyak"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel