Wisata
Cara Saya Menikmati Pesona Pangkalpinang Dalam Sehari
MENTARI pagi
masih merasa hangat menyentuh kulit ketika pesawat yang membawa saya dari
Bandara Soekarno-Hatta Banten mendarat di Bandara Depati Amir Pangkalpinang
Bangka.
Sejak
mendapat kabar jalan-jalan ke Pangkalpinang, saya langsung melonjak senang. Membayangkan
pesona Pangkalpinang saja sudah bikin deg-degan, apalagi jalan-jalan ke sana? Makanya,
begitu mendapat penerbangan pagi saya langsung pesan kursi bus dini hari dari
Bandung menuju Bandara Soekarno-Hatta.
Setelah mengambil
bagasi dan keluar bandara, saya menuju kendaraan yang telah disediakan untuk
transportasi selama di Pangkalpinang. Karena belum sarapan, kendaraan meluncur
menuju salah satu Warung Mie Koba. Salah satu kuliner khas Pangkalpinang.
Sedapnya Mie Koba
Tidak lebih
dari 15 menit, kendaraan berhenti di depan salah satu Warung Mie Koba, namanya
Warung Mie Koba Iskandar. Terletak di Kabupaten Bangka Tengah, tempat di mana
Mie Koba berasal. Konon, Pak Iskandar inilah yang pertama kali memulai bisnis
Mie Koba, pantas warung sederhana ini menjadi salah satu warung Mie Koba
terenak..
Memang apa
istimewanya Mie Koba? Begitu mie terhidang, saya menyeruput kuahnya. Rasa manis
yang tipis dengan aroma gurih langsung menyeruak dari kuahnya yang menggenangi
mie kuning kenyal dan tauge rebus yang ditaburi seledri serta bawang goreng.
Mie Kopa Pak Iskandar (Foto Kang Alee) |
Sebagai pelengkap,
disediakan telur rebus yang masih hangat. Saya ambil satu lalu mengupasnya. Saya
memberi sedikit kucuran Jeruk Kunci untuk menambah sedikit rasa asam, rasa Mie
Koba jadi makin segar. Jeruk Kunci bentuknya mirip Jeruk Nipis, berukuran kecil.
Kuah Mie Koba
memiliki cita rasa unik karena berasal dari ikan tenggiri yang menjadi bahan
dasar pembuatan kuah. Wow, terus terang saya tidak menyangka ini berasal dari
ikan karena rasanya hampir tidak kentara. Acungan jempol layak diberikan untuk kuliner
yang satu ini.
Puri Pengasingan Bung Karno
Setelah sarapan
melanjutkan perjalanan menuju Puri Pengasingan Bung Karno yang terletak di
Muntok. Sepanjang perjalanan jarang sekali ditemukan komplek perumahan. Sesekali
terlihat bukit yang baru saja dibuka untuk lahan pertanian. Sesekali kebun
kelapa sawit.
Tiba di
Muntok, tepat ketika ada petunjuk arah bertuliskan Giri Sasana Menumbing di
kanan jalan, kendaraan langsung berbelok dan tancap gas menaiki bukit. Sebelum
benar-benar tiba, ada pos penjaga untuk mengetahui informasi mobil yang lewat
supaya tidak terjadi persimpangan arah. Jalan menuju puncak hanya cukup untuk
satu jalur mobil.
Setelah
melewati pos pertama, ada pos pembelian tiket. Harga tiket cukup murah, setiap
orang dikenai Rp2.000 dan untuk mobil Rp10.000 saja. Kendaraan kemudian masuk
ke parkiran Giri Sasana Menumbing yang terlihat kokoh dan megah, khas bangunan
Belanda.
Giri Sasana
Menumbing artinya tempat peristirahatan di Gunung Menumbing. Komplek tersebut,
memiliki beberapa bangunan dan taman.
Sebelum
benar-benar masuk, ada seorang penjaga di meja resepsionis. Saya membubuhkan
nama dan tanda tangan, sekadar untuk memonumenkan diri, kalau pernah berkunjung
ke sana, hehe.
Saya lantas
masuk ruang tengah yang cukup luas. Ada dua pasang meja tamu, beberapa foto
yang disusun rapi dalam sebuah pembatas ruangan, foto Presiden Soekarno yang sedang
duduk bersama H. Agus Salim. Foto tersebut seolah menyapa kedatangan pengunjung.
Mobil yang Digunakan Bung Karno dan Bung Hatta untuk Keliling Bangka (Foto Kang Alee) |
Kemudian ada
kamar No. 102 yang di depannya dipajang Mobil Ford de Luxe delapan silinder
dengan pelat nomor BN 10. Mobil yang kerap dipakai Bung Karno dan Bung Hatta
saat mengujungi rakyat Muntok, Pangkalpinang, dan daerah lain di wilayah
Bangka. Mobil bercat hitam itu sudah tak bermesin. Dalam kamar ada seperangkat
meja tamu dan meja kerja.
Berdasarkan
informasi tertulis yang dipajang dalam ruangan tersebut, Soekarno dan
kawan-kawan dibawa ke tempat ini dibagi menjadi tiga rombongan. Rombongan pertama
dipimpin oleh Mohammad Hatta tiba pada tanggal 22 Desember 1948 dari Yogyakarta.
Rombongan
kedua Mr. Moh Roem dan Mr. Ali Sastroamidjojo tiba pada 31 Desember 1948, dan rombongan
ketiga Bung karno dan Agus Salim yang tiba pada 6 Februari 1949 dari tempat pengasingannya di
Kota Prapat, Sumatera Utara.
Saya kemudian
masuk kamar nomer 101. Ada dua buah dipan, meja tulis, lemari pakaian tiga
pintu, dan sebuah serambi untuk duduk-duduk melihat pemandangan di luar kamar
yang luar biasa.
Usai dari
kamar saya masuk ruang tengah yang lapang. Dalam ruang tersebut banyak
foto-foto pejuang bangsa. Ruangan disetting seperti ruang sidang. Ada meja
panjang untuk sidang di depannya beberapa deret kursi untuk peserta sidang.
Supaya lebih
sempurna menikmati Pesona Pangkalpinang, saya menuju belakang rumah dan naik ke
atas bangunan. Genting bangunan ada tiga lantai dan semua dicor dengan semen
dan batu yang terlihat sangat kokoh. Sampai di lantai paling atas, saya
langsung menghela napas sejenak saking kagumnya melihat keindahan Pangkalpinang
dan daerah sekitarnya dari atas bangunan. Sangat cocok untuk foto-foto.
Tempat Tidur di Kamar 101 (Foto Kang Alee) |
Giri Sasana
Menumbing konon dibangun oleh para pekerja rodi pada masa penjajahan Belanda
pada tahun 1927. Sumber lain menyebutkan dibangun pada tahun 1890 dan ada juga
yang menyebut tahun 1932. Bangunan tersebut sempat digunakan oleh Banka Tin Winning, cikal bakal PT.
Timah. Dinding dibuat dengan batu granit, makanya hingga sekarang tetap
terlihat kokoh dan cantik.
Bung Karno,
Bung Hatta, dan para pejuang Indonesia di asingkan di Giri Sasana Menumbing
pada saat agresi militer Belanda ke-II tahun 1948. Pada saat itu mereka telah
resmi menjadi pemimpin rakyat Indonesia.
Mercusuar Tanjung Kalian
Setelah puas terhempas
sejarah di Puri Pengasingan Bung Karno saya melanjutkan perjalanan menuju
Murcusuar Tanjung Kalian. Mercusuar Tanjung Kalian terletak di Pantai Tanjung
Kalian di Kecamatan Tanjung, Bangka Barat. Posisinya kurang lebih 138 Km dari
Bandara Depati Amir. Menara dibangun oleh Belanda pada tahun 1862.
Tiba di sana,
leher langsung melihat puncak menara yang tingginya hingga 65 M. Tanpa menunggu
lama, langsung masuk benteng lalu naik tangga melingkar sepanjang mercusuar
yang jumlahnya kurang lebih 117 buah.
Dari Jendela Mercusuar (Foto Kang Alee) |
Cukup lelah,
tetapi kelelahan terbayar begitu tiba di puncak mercusuar dan melihat
pemandangan yang sangat indah dan mempesona. Ada lautan luas, kapal yang sedang
berlayar, perkampungan, dan bangkai kapal Perang Dunia II yang terdampar di
pantai.
Menurut salah
seorang penjaga yang sedang duduk-duduk di bangku taman di bawah pohon yang
berada di dalam benteng, di dalam lingkaran mercusuar tersebut ada seperangkat
lampu untuk mengawasi lautan yang setiap saat dinyalakan.
Tidak jauh
dari pantai, ada dermaga yang menghubungkan antara Pulau Bangka dengan Kota
Palembang. Jadi, kita bisa menyeberang jika ingin ke Palembang. Akan tetapi,
karena saya masih ingin menikmati Pesona Pangkalpinang, saya memilih
melanjutkan perjalanan.
Mercusuar Tanjung Kalian (Foto Kang Alee) |
Museum Timah Indonesia
Karena matahari
mulai mulai condong ke barat, saya buru-buru menuju Museum Timah Indonesia
Muntok yang terletak di Jalan Jendral Sudirman, Muntok, Bangka Barat. Museum bercat
warna putih itu, merefleksikan sejarah Kota Muntok yang tak lepas dari geliat
usaha pertambangan timah.
Museum terdiri
dari dua lantai. Lantai bawah, ada 9 galeri. Galeri pertama lintas sejarah
Bangka dan Muntok. Kedua, tentang sosial budaya Muntok, ketiga sejarah PD II di
Muntok, keempat tentang sejarah pengasingan Bung Karno, kelima seputar geologi
dan eksplorasi, galeri keenam dan ketujuh menginformasikan tentang sejarah
pengetahuan penambangan darat dan laut, kedelapan pengetahuan peleburan timah,
dan kesembilan sarana dan prasarana kreasi anak zaman.
Dalam museum bisa
melihat berbagai replika alat-alat pertambangan timah, alat tenun, atribut
prajurit masa perang dunia kedua, serta tayangan audio visual terkait
peristiwa-peristiwa bersejarah.
Koleksi Museum Timah di Lantai Satu (Foto Kang Alee) |
Sementara di
lantai dua ada ruang seminar yang mampu menampung kurang lebih 100 orang dan perpustakaan.
Berbagai bacaan tentang timah tersedia di sini.
Museum yang dibuka
pada 7 November 2013 dahulu berfungsi sebagai kantor divisi pertimahan Belanda
yang sempat diambil alih tentara Jepang. Bangunan kolonial terasa kental dengan
sepasang pilar utama di bagian depan pintu masuk.
Miniatur Alat Tambang di Museum Timah (Foto Kang Alee) |
Setelah
kemerdekaan Indonesia, bangunan sempat terabaikan. Beberapa bagian bangunan ada
yang lapuk dan runtuh. Upaya konservasi kemudian dilakukan oleh PT. Timah
hingga akhirnya dijadikan museum.
Museum buka
mulai pukul 09.00-12.00 WIB dan dibuka lagi pukul 13.00-16.00 WIB setiap Senin
hingga Kamis, sedangkan Jumat libur dan buka lagi akhir pekan. Gratis!
Pantai Parai Tenggiri
Sebetulnya
ingin sekali berlama-lama di Museum Timah, apa daya hari mulai beranjak sore
dan segera menuju tempat istirahat. Saya pun langsung meninggalkan museum
menuju salah satu resort yang sangat terkenal dengan salah satu pantainya, Resort
Pantai Parai Tenggiri.
Pantai Parai Tenggiri
terletak di Desa Sinar Baru, Kecamatan Sungai Liat. Kurang lebih 30 kilometer
sebelah utara Pangkalpinang. Sebelum matahari benar-benar tenggelam, saya
sempatkan terlebih dahulu menikmati pantainya.
Batu Granit yang Menghiasi Pantai Parai (Foto Kang Alee) |
Pantai memiliki
kontur tanah yang landai. Hamparan pasir putih yang masih bersih, ombak yang
relatif kecil, dan batu-batu granit alami menambah kesan eksotik Pantai Parai
Tenggiri.
Kawasan Pantai
Parai Tenggiri ditetapkan sebagai kawasan hijau atau Parai Green Resort karena pengelola memiliki kepedulian yang besar
terhadap usaha penyelamatan lingkungan dengan cara mengurangi penggunaan bahan
yang mencemari lingkungan seperti plastik serta menanam banyak pohon di kawasan
pantai.
Jika masih
siang, pengunjung bisa menikmati rekreasi bahari seperti memancing di tengah
laut, naik banana boat, melihat terumbu karang di dalam laut yang berbatasan
langsung dengan laut cinta selatan.
Menuju Tengah Pantai (Foto Kang Alee) |
Indah Terasa Indah Pantai Parai (Foto Kang Alee) |
Pantai Parai
bisa dibilang sebagai pantai termahal dan tercantik di deretan timur Pulau
Bangka. Selain air lautnya yang bersih dan bening, pantai ini mempunyai gugusan
batu karang berukuran besar dan membentuk formasi yang begitu indah jika
disatukan dengan pohon-pohon kelapa serta pasirnya yang putih bersih.
Ah, rasanya
lengkap sudah petualangan saya selama sehari di Pangkalpinang. Mulai dari
kulinernya, Landmark, Museum, hingga pantai telah terjelajah. Sebagai penyempurna,
pada malam hari menikmati kulinernya, seperti kepiting dan mpek-mpeknya yang
masih original. Ini cara saya menikmati Pangkalpinang dalam sehari, bagaimana
cara kalian?
Kepiting Salah Satu Kuliner yang Wajib Dicoba di Pangkalpinang (Foto Kang Alee) |
Mpek-Mpek Asli Pangkalipinang Itu Rasanya Enak Banget (Foto Kang Alee) |
Previous article
Next article
Wah, noted! Jadi rujukan kalau mau ke Pangkal Pinang dengan waktu terbatas. Thanks, Mas Ali
BalasHapusMakasih banyak Mas
HapusSeru, jadi pengen ke pangkal pinang
BalasHapusHayuk Mas, hehe
HapusHarga tiketnya murah banget hanya rp. 2000
BalasHapusTerima kasih kang Ali, sudah menorehkan paparannya, luar biasoo
BalasHapusTerima kasih kembali Mas
Hapuswah, kece banget nih, btw di kamar 101 kayak e ada penampakan deh :D
BalasHapusBener banget Bu Mil. Merinding disko deh pokokna
HapusDuuh jadi pengen ke Bangka kalau ternyata begitu ceritanya :D
BalasHapusHayuklah ke sana lagi sekalian ke Belitung
HapusWah semoga saya bisa ke Pangkal Pinang hihi
BalasHapusSeru kayanya eeh penasaran yang sama penjaga pohon
Amiiin ya Rabbal alamin
Hapushuaa. mas ali jalan2nya jauh juga . mupeng jg liat pangkalpinang. kapan ya bisa ke sini..
BalasHapusApa kabar Mas Hanif? Kemarin ke Bandung nggak bilang-bulang ya, hehehe
HapusMupeng ya tempatnya indah banget. Kulinernya ngileeer
BalasHapusHuaaaah, mupeeeeeng.... Mudah2an suatu hari bisa ke Pangkal Pinang, aamiin...
BalasHapusHayuk hayuk, hehe
HapusSaya pikir, Bangka terpencil ... ternyata perlengkapan.dan.fasilitas BK komplit dan.moderen serta nyaman
BalasHapusBetul banget Mbakyu
HapusJadi mupeng pengen ke pangkal pinang jadinya. Makasih reviewnya cikgu (y)
BalasHapusSama-sama Mbak Sri
HapusWaaaaw....ga bakal takut kelaparan, kulinernya masih khas lidah Indoneaa punya ^_^
BalasHapusBener banget Mbak Dila, hehe
HapusKepitingnya nih... paling bikin mupeng, hehe
BalasHapusBener banget, hehehe
HapusSeksi bangets ya . . . Pangkal Pinang
BalasHapusBegitulah Bun
HapusKalau wisata bahari, saya yang belum kesampaian itu menyelam melihat terumbu karang di dasat laut... ragu sama kemampuan renang dan khawatir kehabisan oksigen soalnya :D Tapi tetap punya keinginan utk menyelam suatu saat nanti..
BalasHapusManstap
BalasHapusManstap
BalasHapusYup
HapusKeren sekali, tempat yang indah, fantastik, makanannya pasti enaaak. Harus nabung dulu nih untuk persiapan libur. Apalagi bareng keluarga makin seru dan happy. Terimakasih untuk share informasi wisata dan penuturan yang membawa saya serasa berada d sana. Salam
BalasHapusTerima kasih kembali
Hapuswow..kapan hari kalo ke pangkal pinang udah tauu niy harus kemana dan mamamnya apa.
BalasHapusMakasih kang tulisannya kece :)
Hayuk-hayuk kita halan-halan seru, hehehe
HapusKalo ada yg ngebayarin, aku mau daaaaah liburan ke Pangkal Pinang sama anak-anak.
BalasHapusSaya juga mau Mbakyu, hehe
HapusFotonya ituloh,bikin saya kesel kang, hihi
BalasHapusHihihihi bisa aje neh Bro
HapusWaah seharian sudah dapat banyak ya Mas. Komplet wisata alam dan heritagenya :)
BalasHapusYup, bener banget Mas
HapusMie kobanya bikin laper deh #belumsarapan hehe
BalasHapusHayuk makan mie Koba
HapusBerasa ikut menikmati. Nice report. Semoga sukses, ya, Kang.. 😊
BalasHapusternyata nggak kalah sama Belitung yaa... yuk masukkan agenda liburan kitaaa..
BalasHapusWah kapan kapan kalau ada kesempatan boleh juga berkunjung ke Pangkalpinang, keren banget pantai2nya
BalasHapusAku suka banget pantai-pantai yang ada di Sungai Liat. Dulu sering main ke sana, terakhir udah 10 tahun gak main lagi kesana. Semoga menang tulisannya kang.
BalasHapusOmnduut.com
seharian bisa dapet semua, keren!
BalasHapusAdis takdos
travel comedy blogger
www.whateverbackpacker.com