Buku
Info
Review
Komunitas Ngejah Membuat Masyarakat Melek Literasi
SIAPA bilang
tinggal di daerah pegunungan dan lingkungan yang tertinggal, membuat seorang
pemuda bernama Taopik berdiam diri dan berserah pada keadaan. Justru dengan
kondisi yang serba terbatas tersebut, dia mampu mengajak masyarakat sekitar
memberantas ketertinggalan dengan buku.
Kini, setelah
enam tahun berjuang, apa yang dilakukan Taopik bersama Komunitas
Ngejah yang didirikannya tahun 2010 mampu membuka masyarakat sekitar melek
literasi melalui Taman Bacaan Masyarakat (TBM) AIUEO.
Karena kerja
kerasnya pula, akhir tahun 2015 lalu, Taopik diganjar Anugerah Peduli Pendidikan 2015 dari Kementrian Pendidikan untuk
kepeduliannya pada pendidikan masyarakat.
Nero Taopik Tak Patah Semangat Sedikit Pun (Foto Kang Alee) |
Tak Patah Semangat
Taopik
mengaku awalnya tak mudah mendirikan Komunitas Ngejah, mengingat kampungnya
termasuk dalam kategori daerah tertinggal. Baik secara infrastruktur,
informasi, ekonomi, maupun pendidikan. Kalau pun kemudian dia mampu melanjutkan
pendidikan hingga jenjang Strata 2, itu pun awalnya sangat sulit.
Taopik
melalui pendidikannya tahap demi tahap, mulai dari menyelesaikan Diploma 2 di Universitas
Pendidikan Tasikmalaya tahun 2005, lanjut Strata 1 di universitas yang sama
tiga tahun kemudian. Hingga melanjutkan Strata 2 di Universitas Pendidikan
Indonesia di Bandung tahun 2013 jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).
Saat Taopik
baru menamatkan jenjang Srata 1, masyarakat mengangapnya bukan siapa-siapa,
bahkan saat mendaftarkan diri untuk mengabdi menjadi seorang guru honorer di
salah satu Sekolah Dasar, dia ditolak dengan alasan sudah banyak guru.
“Padahal saya
yakin, itu alasannya karena ekonomi keluarga, buktinya SD tersebut terima guru
dari salah satu anak orang yang punya kedudukan di sini,” katanya getir,
beberapa waktu lalu saat saya berkesempatan mengunjungi TBM AIUEO.
Pengalaman tersebut
membuat Taopik semakin yakin untuk mengubah cara pandang masyarakat. Taopik
menyadari, masalah ekonomi dan akses pendidikan yang cukup sulit menjadikan
masyakat lebih memilih bekerja daripada melanjutkan pendidikan.
Taopik
bertekad kuat untuk menjembatani jurang pendidikan dengan masyarakat yang masih
menganga lebar di kampung berjarak kurang lebih 90 KM dari Kota Garut tersebut,
dengan menawarkan pendidikan alternatif. Taopik menawarkan pendidikan literasi.
Taopik yakin, ada banyak ilmu yang bisa didapat di luar bangku sekolah dengan
pendidikan literasi.
Kesempatan itu
datang setelah Taopik resmi diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dan mengajar
di SD Culamega Garut tahun 2009. Jarak tempat dia mengajar dengan tempat
tinggal yang sekarang menjadi basecamp
Komunitas Ngejah dan TBM AIUEO kurang lebih 35 kilometer atau 2.5 jam
perjalanan menggunakan motor.
Taopik lantas
mengumpulkan beberapa teman yang satu visi. Tepat tanggal 15 Juli 2015, dia
bersama beberapa temannya mendirikan komunitas yang diberi nama Komunitas
Ngejah. Ngejah adalah proses awal yang
dilakukan oleh anak-anak saat sedang mengaji.
Saung Komunitas Ngejah Berisi Bacaan (Foto Kang Alee) |
Pasang Surut
Apa yang
digagas Taopik tak semulus yang dibayangkan. Komunitas yang didirikannya pun pasang
surut. Teman-teman yang awalnya ingin sama-sama membangun rontok satu persatu
di tengah jalan. Mereka lebih memilih merantau daripada membangun desanya yang
tertinggal. Tak jarang pula yang menikah dan focus pada keluarga barunya.
Meski pada akhirnya
harus sendirian, Taopik terus bergerilya demi gerakan literasi di kampung
halamannya. Setiap bulan, dia menyisihkan penghasilannya yang tak begitu besar untuk
menambah koleksi buku. Beberapa temannya pun pelan-pelan menyumbang buku.
Kini sekitar
3000 buku baru dan bekas tersedia di Komunitas Ngejah. Buku yang awalnya
diletakan di kamar, kini ditata dengan rapi di beberapa ruang di rumah yang
juga menjadi taman baca.
Taopik
kemudian mengajak pengunjung taman bacanya yang tak lain adalah anak-anak muda
Kampung Singajaya menjadi relawan yang memastikan anak-anak kampung mendapat
akses pendidikan selain di bangku sekolah.
Sekarang,
setelah lima tahun perjuangan, kurang lebih sekitar 500 anak-anak bisa
menikmati rasanya belajar bersama selain di bangku sekolah. Mereka tekun
membaca banyak literasi baru, mendengar dongeng anak-anak, dan melatih
kebersamaan lewat puisi serta lagu-lagu.
Buku-Buku Koleksi dan Tropy Penghargaan (Foto Kang Alee) |
Mereka juga
ikut berlatih mengoperasikan komputer, mengakses informasi melalui internet,
menjadi fotografer, menjadi penulis, menjadi jurnalis, menjadi sutradara film,
dan sebagainya. Semua dilakukan di Komunitas Ngejah.
Kesempatan
mendapatkan pendidikan di luar sekolah bagi anak-anak pelosok dan terpencil
yang kurang mampu ternyata tidak berhenti hanya di Kampung Singajaya, tetapi
juga ditularkan pada daerah-daerah lain di sekitar Kampung Singajaya.
“Setiap akhir
pekan para relawan mengadakan Gerakan Kampung Membaca. Kami memboyong buku ke
pelosok-pelosok terpencil yang akses jalannya pun rusak dan berbukit-bukit,”
cerita Taopik yang diiyakan para relawan yang saat itu ikut berkumpul.
Dari Gerakan
Kampung Membaca, beberapa tempat berkerumun warga seperti warung, posyandu,
bahkan pangkalan ojek meminta disediakan lemari buku dan bahan bacaan. Alhasil,
sekarang ada sekitar 23 pojok baca tersebar di beberapa tempat.
“Supaya tidak
bosan, saya coba merotasi jenis bacaan yang tersedia di pojok-pojok baca
tersebut. Tema-tema juga disesuaikan. Misalnya di pangkalan ojek, saya sediakan
buku-buku outomotif, di warung bacaan-bacaan khas ibu-ibu seperti buku masakan,
di posyandu buku anak-anak dan perkembangan anak,” jelas Taopik.
Tidak takut
bukunya hilang?
“Hilang sudah
biasa, yang penting dibaca,” jawab Taopik singkat dan seperti tak ada beban
sama sekali.
Bukan itu
saja, setiap tahun Komunitas Ngejah pada Bulan Desember mengadakan acara Jurnalistik Pelajar. Seperti Bulan
Desember 2015 lalu, acara tdiikuti 500-an pelajar dari berbagai daerah.
Bersama Para Relawan Saling Memberi Semangat (Dok Kang Alee) |
Refleksi 28 Oktober
Apa yang
dilakukan Taopik dan Komunitas Ngejah memang belum seberapa, tetapi pasti
dampaknya akan sangat luar biasa. Apalagi jika banyak anak muda seperti Taopik
dan Komunitas Ngejah di beberapa daerah di Indonesia, pasti dampaknya akan
lebih terasa.
Saya jadi teringat
anak-anak muda yang 88 tahun lalu berjuang untuk bangsa. Orang-orang yang
peduli (Jong United) pada negara. Mereka datang dari berbagai suku dan berjanji
dalam Sumpah Pemuda, demi kesatuan Republik Indonesia, tepat pada tanggal 28
Oktober 1928.
Seperti halnya
Opini.id media penyaluran aktivitas kreatif,
yang menularkan semangat kepada anak-anak muda dengan memberikan berita anak
muda yang berprestasi, komunitas yang membangun bangsa, dan peduli pada bangsa.
Selamat berjuang anak muda!
IG: alimuakhir
Komunitas Ngejah
Kp. RT 01 RW 01 Desa Sukawangi
Sukawangi, Singajaya,
Kabupaten Garut,
Jawa Barat 44173
Previous article
Next article
Keren pisan Kang Taopik euy, dari gerakan kampung membaca akhirnya membuahkan hasil yang luar biasa..
BalasHapusSukses terus ya Kang Taopik semoga menjadi panutan dan menginspirasi pemuda2 lainnya.
Amiiiin
HapusKeren ya kang Taopik, luar biasa semangatnya memajukan dunia literasi, duuh kita yg di balik meja ke mana aja, jadi malu
BalasHapusMenginspirasi Mas Ali, salah utk Kang Taopik ya hehe...
BalasHapussemoga komunitasnya makin besar kang, sangat menginspirasi sekali untuk kaum-kaum muda
BalasHapusArtikelnya keren mas, jadi ingat dulu pengen bikin perpustakaan IT di kantor. Perpustakaannya sih jadi, lumayan dapat dua slot kabinet. Tapi sampai sekarang yang membaca cuma saya :(. Seharusnya saya berusaha lebih keras mensosialisasikan gemar membaca pada teman2. Bukan menyerah pada google :(
BalasHapus