Wisata
Keajaiban Alam yang Terabaikan di Pantai Bone Bula Donggala Sulawesi Tengah
SEJAK beberapa tahun lalu, saya sudah mendengar adanya
keajaiban alam di salah satu pantai di Donggala, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Tepatnya di Pantai Bone Bula. Ada kolam alam besar, berair jernih, dan hanya
satu-satunya di Indonesia atau bahkan di dunia. Namanya Pusat Laut Donggala.
Pusat Laut dikenal dalam Bahasa Kaili, salah satu bahasa yang
digunakan Suku Kaili, suku asli Sulawesi Tengah sebagai Pusentasi (Pusen berarti pusat dan Tasi berarti laut). Sementara
pantai di belakangnya yang pasirnya halus dan jika terkena pantulan sinar matahari terlihat kuning
keemasan dinamakan Bone Bula, dalam Bahasa Kaili berarti “Pasir yang sangat
halus”.
Kepenasaran saya pada Pusat Laut
membuat saya tak sabar untuk berwisata ke sana, makanya, begitu mendapat kesempatan
mengikuti Ekspedisi Sulawesi untuk mengekspolari kekayaan sumber alam dan
wisatanya yang dimulai dari Kota Palu, satu
destinasi yang wajib dikunjungi adalah Pusat Laut Donggala.
***
Pagi-pagi sekali, saya dan dua orang tim ekspedisi
dari Bandung berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta Banten menggunakan pesawat pagi menuju Bandara Mutiara SIS
Al-Jufrie Palu. Mata masih agak ngantuk dan kepala terasa nyut-nyutan karena
berangkat dari Bandung menggunakan bus tengah malam.
Tiba di Bandara Mutiara SIS Al-Jufrie Palu kurang
lebih pukul 09.00 dan langsung menuju hotel yang telah disediakan panitia.
Setelah berkenalan dengan seluruh peserta yang ternyata dari beberapa daerah dan briefing sejenak, saya istirahat sekadar untuk menghilangkan
kantuk. Kurang lebih dua jam kemudian, tim ekspedisi menuju Pusat Laut Donggala dengan kendaraan roda empat.
Pusat Laut Donggala berada di Dusun Simbe, Desa Limboro,
Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Jika menggunakan
kendaraan roda empat dari Kota Palu memerlukan waktu kurang lebih satu jam.
Kendaraan bergerak perlahan meninggalkan penginapan
menyusuri jalanan Kota Palu yang cukup lengang. Melewati beberapa komplek
perumahan dan komplek pertokoan yang mulai menjamur. Melewati Jembatan Ponulele, salah satu jembatan yang
menjadi Landmark Kota Palu karena keunikannya, Masjid Apung yang terlihat indah,
Pantai Donggala yang berada di tepian jalan dan dikelola dengan baik, hingga keluar
Kota Palu.
Sepanjang jalan, saya berdecap kagum pada keindahan
laut yang berada di sisi jalan sepanjang Palu hingga Donggala. Laut yang masih
asri dan belum terjamah oleh industri wisata.
Sampai Donggala, jalanan mulai menyempit, tetapi masih
terasa nyaman karena jarang sekali ada lubang di tengah jalan. Begitu pun saat
jalanan mulai naik dan berkelak-kelok menyusuri bukit, saya masih tetap bisa
menikmati perjalanan.
Rupanya, sebelum mencapai pantai, siapa pun yang akan
berwisata ke Pusat Laut Donggala harus merasakan bukit terlebih dahulu. Begitu tiba di puncak
bukit dan jalanan mulai menurun, perlahan terlihat kembali hamparan pantai dari
atas bukit. Indah sekali.
Tepat di pertengahan jalan Dusun Simbe, tim ekspedisi masuk pintu
gerbang kawasan Pusat Laut. Dari gerbang, jalan masuk Pusat Laut sangat sempit,
hanya muat satu kendaraan roda empat. Banyak lubang dan aspal yang mengelupas
sehingga membuat kenyamanan terganggu. Saya lihat di kanan kiri jalan semak
belukar tak ada yang merawat.
Kondisi makin mengkhawatirkan begitu kendaraan
berhenti di parkiran Wisata Pusat Laut. Saya sampai kaget luar biasa. Saya yang
sejak dari Bandung sudah membayangkan akan melihat keindahan Pusat Laut, apa
yang ada di depan mata sebaliknya.
Saya lihat sekeliling, ternyata bukan hanya jalanan
yang tak terawat, fasilitas yang ada di tempat wisata pun sama tak terawat,
bahkan lebih mengenaskan. Mulai dari gardu tiket yang sudah tak terpakai, arena
bermain yang sudah aus, rumah makan yang reyot, toilet yang kotor dan bau,
masjid yang sudah tak berfungsi, hingga jalanan setapak di area wisata yang sudah berbaur dengan
tanah. Semua seolah sudah mati.
Padahal, wisata Pusat laut Donggala, sejak tahun 2003
hingga 2008 masih menjadi salah satu destinasi wisata andalan. Wisatawan
berdatangan dari dalam negeri dan luar negeri, bahkan sempat dicanangkan
sebagai cagar alam karena keunikan dan keajaiban yang dimilikinya.
***
Karcis yang Sangat Murah (Foto: Kang Alee) |
Pemugaran
Setelah membayar tiket yang sangat murah. 2.500 untuk
dewasa anak-anak, tim ekspedisi menuju Pusat Laut Donggala. Ada pemugaran yang
sepertinya tak diperhitungkan dengan matang.
Pusat Laut adalah sebuah sumur atau kolam dengan lebar
kurang lebih sepuluh meter persegi dengan kedalaman hingga tujuh meter. Tidak
ada yang tahu pasti siapa yang pertama kali menemukannya. Tidak pula ada yang
tahu, bagaimana terjadinya Pusat Laut. Penduduk di sana hanya mendengar cerita,
dahulu ada sapi yang sedang merumput kemudian sapi tersebut terjatuh di dalam lubang dan hilang. Sapi tersebut
kemudian ditemukan di tepi pantai. Lubang besar tersebut yang kemudian dikenal sebagai
Pusat Laut Donggala.
Pusat Laut dikelilingi batu cadas yang tak beraturan.
Airnya terlihat sangat jernih hingga ikan-ikan yang berenang di sana terlihat
dari atas. Dasar kolam juga batu cadas yang tidak terjal, sehingga tidak melukai siapa pun
yang terjun dan berenang di sana serta tidak membuat air keruh.
Ada pohon besar dan rindang berada di salah satu sisi
kolam. Pohon tersebut terlihat sangat subur dan kokoh. Pada salah
satu dahannya ada
tali yang melilit, yang digunakan oleh wisatawan untuk naik usai puas berenang
di dalam kolam. Ada tangga yang baru dibuat untuk naik turun wisatawan.
Dahulu, banyak anak-anak yang meramaikan Pusat Laut.
Mereka berenang dan berebut mengambil koin uang yang dijatuhkan para wisatawan.
Tak jarang pula, dengan imbalan suka rela mereka mengambil air yang ada dalam
kolam yang dipercaya memiliki khasiat untuk menyembuhkan.
Sayang sekali, kejayaan Pusat Laut kini memudar karena
tidak dirawat dengan baik. Akibatnya,
wisatawan pun mulai melupakannya. Bahkan sekarang, Pusat Laut yang harusnya
cukup diberi pembatas yang kokoh dan kuat supaya siapa pun yang datang bisa
melihat, malah sedang ditutup dengan tembok yang cukup tinggi. Entah, apa yang
ada di kepala pengelola. Barangkali, penembokan tersebut supaya bisa menarik
tiket pengunjung yang akan berenang di sana dan menambah pundi-pundi untuk
menghidupi wisata.
Pusat Laut Dipagari Tembok Tinggi (Foto: Kang Alee) |
Saya sempat masuk ke dalam tembok, bahkan beberapa tim
ekspedisi lompat dan berenang di Pusat Laut. Keadaan di dalam tembok sangat
sempit, jarak antara tembok dengan pusat laut tidak lebih dari 1.5 meter.
Padahal, kalau lihat foto-foto dahulu, pagar pembatas cukup luas sehingga
wisatawan leluasa melihat pusat laut.
Satu-satunya fasilitas yang masih terlihat bersih
adalah aula yang menghadap laut, beberapa gazebo, dan cottage yang siap untuk
disewakan kepada wisatawan. Saya membayangkan, seandainya fasilitas-fasilitas
tersebut diperbaiki dan direnovasi, pasti akan kembali menarik wisatawan.
Sejuknya Berenang di Pusat Laut (Foto: Kang Alee) |
***
Pantai Pasir
Halus
Kecewa melihat kondisi Pusat Laut, saya menuju Pantai
Pasir Halus atau Pantai Bone Bula yang terletak kurang lebih 30 meter di belakang Pusat Laut. Sebagaimana
namanya, pasir di pantai yang panjangnya kurang lebih 500 meter membentang
indah itu memang
halus. Jika kita menginjakkan kaki di sana, seolah tidak senang menginjak
pasir, melainkan menginjak keramik.
Jarak antara pantai dengan air laut cukup luas, sehingga
kita bisa puas bermain-main pasir atau air laut. Ombak Teluk Palu yang cukup besar, begitu tiba di
pantai seolah menjadi buih yang ingin menyapa para wisatawan.
Pantai Bone Bula yang Sangat Memesona (Foto: Kang Alee) |
Ada gugusan karang yang tidak terlalu tajam.
Karang-karang tersebut berada di sisi kanan dan sisi kiri pantai. Karang seolah menjadi penjaga pantai dari gempuran
ombak. Pada sisi kanan ada bekas jembatan untuk wisatawan yang ingin menikmati
pemandangan dari tengah laut, sayang sekali jembatan sudah ambruk.
Ujung jembatan tersebut, dahulu menjadi dermaga kecil untuk
kapal nelayan yang membawa wisatawan keliling pantai menikmati keragaman biota
bawah laut. Nelayan juga membawa wisatawan menuju Pantai Tanjung Karang yang tidak
jau dari Pantai Bone Bula untuk snorkling.
Sepanjang pantai setidaknya adal 17 (tujuh
belas) gugusan karang yang berada dalam radius kurang lebih 20km dari bibir
pantai. Wisatawan bisa menikmati karang dari kedalaman 1 meter hingga 40 meter
yang menawarkan pemandangan indah.
Penginapan Asri yang Bisa Disewa Pengunjung (Foto: Kang Alee) |
Wisatawan yang tidak bisa menyelam, bisa menikmati biota laut dengan menggunakan perahu
khusus untuk menjelajahi gugusan karang sepanjang sekitar 500 meter dan melihat
biota laut melalui kaca yang ada di bawah perahu. Perahu memang dimodifikasi
khusus untuk menikmati perjalanan tersebut.
Saya mencoba mengambil gambar dari berbagai sudut,
rasanya tak ada satu sudut pun yang tidak enak untuk dijadikan objek foto. Saya
benar-benar terpesona. Beberapa jenak, saya duduk di atas karang sambil
memandang laut lepas. Laut berwarna biru jernih. Seandainya ada waktu, rasanya
saya ingin sekali mandi, sayang sekali, harus buru-buru meninggalkan Pantai Bone
Bula dan Pusat Laut.
Semoga saja, bisa kembali ke sini
dengan kondisi yang jauh lebih baik dan lebih indah dari yang pernah saya
bayangkan dan saya lihat.
@KreatorBuku
Previous article
Next article
Aku ke donggala cuman lewatdoang mau menuju palu
BalasHapusYg selalu gw ingget dari donggala ini adalah nama kota di permainan monopoli hahaha
Oh iya ya, main monopoli lagi yuk, Kak. Harus ke sana lagi neh biar bisa njebur
HapusWow indahnya
BalasHapusIya, indah dan luar biasa neh alam Indonesia
HapusPusat Laut ini air tawar ya? Malah ngebayangin berenang di sana dan nemu ikan-ikan. Bukan ikan hiu ya.
BalasHapusPusat laut airnya payau, hehe
Hapuskok aku ngeliatnya mistis gitu ya (aduhh apa deh ini hhe)
BalasHapusBener banget, memang agak mistis dan atis, hehehe
Hapus