Wisata
Mengenang Manusia Perahu di Kampung Vietnam
TIDAK banyak yang tahu, jika
di Batam ada pulau yang pernah disinggahi pengungsi Vietnam pada saat perang
Vietnam tahun 1975-1996. Sekitar 250.000 penduduk Vietnam mengungsi karena
ingin aman dari peperangan. Tepatnya di Pulau Galang, Desa Sijantung, Kecamatan
Galang.
Sejak pesawat membawa saya
dari Bandung menuju Batam, salah satu yang ada di kepala saya adalah
mengunjungi pulau tersebut. Sekadar untuk mengingat dahulu bangsa kita dengan
tangan terbuka menerima pengungsi Vietnam. Sekadar menyadarkan diri, jika
perang akan mengakibatkan kesengsaraan rakyat sipil, perang saudara sekali pun.
Makanya, sehari setelah saya
berada di Batam untuk mengisi sebuah seminar kepenulisan, saya langsung menuju
Pulau Galang. Kebetulan, ada teman yang menjadi petunjuk jalan. Backpacker
singkat saya menuju Pulau Galang pun dimulai setelah matahari sedikit condong
ke barat.
Jembatan Barelang
Kurang lebih, setelah lima
belas menit meninggalkan tempat acara di Batam Center sambil menikmati
pemandangan Pulau Batam yang masih penuh dengan hutan dan pemukiman-pemukiman
baru, kendaraan menepi di sebuah taman dekat jembatan. Taman asri yang
kelihatannya masih baru, namanya Taman Dendang Melayu.
Ada beberapa bunga yang baru
di tanam, ada tempat duduk dari besi, tempat duduk permanen dari beton, ada
juga panggung kecil. Setiap malam minggu atau hari-hari libur biasanya di
panggung kecil tersebut ada permainan musik dari group musik atau band di
sekitar Batam.
Pada ujung taman, ada papan
penunjuk dari besi mengkilap bertuliskan Barelang Bridge berlatar
jembatan besar dan lautan. Di sinilah, titik awal jembatan yang sekarang
menjadi Landmark Pulau Batam, Jembatan Barelang. Banyak pengunjung yang
foto-foto berlatar papan tersebut atau menikmati pemandangan laut dari tepian
taman.
Jempatan Barelang menjadi
penghubung Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Setotok, Pulau
Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru. Di antara ketujuh pulau tersebut
ada tiga pulau besar yaitu Pulau Batam, Pulau Rempang dan Pulau Galang,
sehingga jembatan ini dinamakan Jembatan Barelang (Batam, Rempang, dan Galang).
Pembangunan Jembatan Barelang
diprakarsai oleh mantan presiden Indonesia, B.J Habibie yang dibangun dengan
teknologi tinggi. Dibangun dari tahun 1992-1998 dengan menelan biaya sekitar
400 Miliar. Proyek ini menjadi proyek vital karena menghubungkan jalur trans
barelang sepanjang kurang lebih 54 kilometer.
Jembatan Barelang terdiri dari
enam jembatan. Setiap jembatan diberi nama sesuai dengan nama raja yang dahulu
pernah berkuasa pada masa Kerajaan Melayu Riau sekitar abad 15-18 Masehi.
Keenam jembatan tersebut antara lain:
Jembatan Tengku Fisabilillah, jembatan terbesar
dan terpanjang di antara jembatan-jembatan lainnya. Jembatan Tengku
Fisabilillah menghubungkan Pulau Batam dengan Pulau Tonton. Panjang jembatan mencapai
642 meter.
Jembatan Narasinga, jembatan kedua
yang tidak kalah megah dengan Jembatan Tengku Fisabilillah. Jembatan Narasinga
menghubungkan Pulau Pulau Tonton dengan Pulau Nipah. Panjang jembatan mencapai
420 meter.
Jembatan Ali Haji, jembatan ketiga dengan
panjang mencapai 270 meter. Menghubungkan
Pulau Nipah dengan Pulau Setotok. Jembatan Sultan Zainal Abidin, jembatan
keempat dengan panjang mencapai 365 meter. Menghubungkan antara Pulau Setokok
dengan Pulau Rempang. Jembatan Tuanku Tambusai, jembatan kelima dengan
panjang mencapai 385 meter. Menghubungkan antara Pulau Rempang dengan Pulau
Galang.
Terakhir Jembatan Raja
Kecil. Jembatan dengan panjang hanya 180 meter dan menghubungkan Pulau
Galang dengan Pulau Galang Baru ini menjadi jembatan bersejarah karena menjadi
saksi para pengungsi vietnam.
Bangkai Perahu yang Dijadikan Pengingat (Foto Kang Alee) |
Kampung Vietnam
Setelah menyurusi pulau dengan
jalan yang meliuk-liuk dan melewati keenam jembatan kurang lebih satu jam
perjalanan, kendaraan memasuki kawasan Kampung Vietnam. Agak merinding ketika
melewati pos penjagaan. Semak belukar dan pohon-pohon besar mengelilingi
kampung.
Kendaraan yang saya tumpangi
sempat nyasar di jalan buntu karena penunjuk jalan mulai rusak dan terbaca.
Agak deg-degan juga karena meski pun ada beberapa mobil, aroma kesunyian amat
terasa. Setelah berbalik arah, mulai terlihat tanda-tanda kehidupan.
Begitu melewati gerbang,
terlihat sebuah patung perempuan terkulai berwarna putih, kecil, dan
menggambarkan seorang perempuan yang duduk. Patung yang menjadi monumen untuk
mengenang tragedi kemanusiaan yang terjadi dalam pengungsian. Seorang wanita
Vietnam bernama Tinh Han Loai bunuh diri setelah diperkosa sesama pengungsi.
Patung tersebut dikenal dengan Patung
Humanity Statue.
Kemudian ada komplek pemakaman
pemakaman Ngha Trang Grave Galang. Kurang lebih 500 pengungsi dimakamkan di sini.
Mereka meninggal karena sakit setelah berbulan-bulan terombang-ambing di lautan.
Terkena penyakit kelamin yang sangat berbahaya, Vietnam Rose. Ada juga yang
bunuh diri karena tidak mau dipindahkan dari Pulau Galang.
Kendaraan kemudian parkir di
area taman. Ada dua perahu besar tergeletak di sana. Dua perahu yang menjadi
monumen keberadaan orang-orang Vietnam yang pernah mengungsi di Pulau Galang.
Konon, karena mereka tidak mau kembali ke Vietnam, begitu tiba di pantai, mereka
sengaja menenggelamkan perahu-perahu mereka. Mereka sudah trauma dengan perang.
Perahu-perahu tersebut
kemudian berhasil ditarik ke daratan untuk diperbaiki dan dijadikan monumen
untuk mengenang perjuangan dan penderitaan para pengungsi Vietnam.
Barak Pengungsi Semi Permanen (Foto Kang Alee) |
Tidak jauh dari monumen perahu
ada barak tempat pengungsian dua lantai yang berhadap-hadapan dengan museum.
Museum menyimpan benda-benda yang dibawa dan dipakai para pengungi, alat rumah
tangga yang menggambarkan situasi kehidupan di pengungsian, foto keluarga, foto
kegiatan, sepeda, dan banyak benda-benda lainnya.
Tidak jauh dari museum ada
bangunan bekas rumah sakit yang masih menyimpan kotak-kotak serta botol-botol
obat yang dibiarkan terbengkalai. Kemudian ada bangkai-bangkai kendaraan roda
empat yang sudah berkarat dan ditumbuhi tanaman rambat, bangunan-bangunan
sekolah bahasa yang hanya terlihat sebagian karena mayoritas dindingnya sudah
tertutup tanaman rimbun hingga atap.
Agar hubungan dengan Tuhan
tetap terjaga, di Kampung Vietnam juga dibangun tempat ibadah yang masih bisa
digunakan hingga sekarang. Tempat ibadah yang masih berfungsi antara lain
Vihara Quan Am Tu, gereja Katolik Nha Tho Duc Me Vo Nhiem, gereja Protestan,
dan Mushala.
Koleksi di Museum Peninggalan Pengungsi Vietnam (Foto Kang Alee) |
Mengelilingi Kampung Vietnam
persendian rasanya ngilu sekali. Bayangkan, sejak tahun 1979 kampung ini
menjadi saksi kekejaman perang saudara. Perang Vietnam antara Vietnam Utara
(komunis) dan Vietnam Selatan. Warga Vietnam yang tidak tahu apa-apa harus rela
mengarungi lautan demi menyelamatkan diri hingga terdampar di sini.
Awalnya satu kapal berisi 100
orang, kemudian kapal-kapal lainnya menyusul masuk ke pulau-pulau di sekitar
Pulau Galang. Setelah melalui persetujuan dari pemerintah Indonesia dan dibantu
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dari PBB, ratusan ribu
pengungsi diijinkan tinggal di kawasan Pulau Galang.
Mereka diberi sarana dan
prasarana untuk menunjang hidup selama dalam pengungsian. Hingga pada tahun
1996, sedikit demi sedikit mereka dipulangkan. Dengan dipulangkannya seluruh
warga Vietnam, Kampung Vietnam di Pulau Galang kosong, yang tersisa hanyalah
monumen-monumen yang menjadi saksi sejarah kemanusiaan.
@KreatorBuku
Previous article
Next article
Jembatannya mirip pasopati ya, saya belum pernah kesana, naek angkot aja mabok komo naek pesawat hiks hiks
BalasHapusHihihi ... semangat
HapusHihihi ... semangat
Hapustampilan blognya makin keren iih... ciamik hehehe... pengen ih ke sana #halan2seru
BalasHapusMakasih Rani, hehe
Hapuswow keren rame euy.
BalasHapusKapan neh kita bareng-bareng ke sana?
HapusNambah ilmu plus referensi untuk backpacker-an. Izin share Kang Ali . . .
BalasHapusSiap Teh Lin
HapusBener banget Mas. Dijamin merinding disko kalau ke sana.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusWah, saya belum pernah berkunjung ke Batam. Ternyata sempat jadi tempat persinggahan pengungsi Vietnam, bahkan ada Museumnya juga. Baru tahu...
BalasHapusSaya sudah pernah mengunjunginya tahun Desember 2012. Suasana memang terasa sunyi walaupun pengunjungnya ramai. Namun sayang dibagian Rumah Sakit, Karantina dan Sekolah tidak terawat, padahal banyak pengunjung yang penasaran dengan dalamnya, dan bagian bagian lagi pun dibiarkan berdebu. Mungkin sekarang telah makin banyak pengunjungnya. Saya belum puas mengintari kampung vietnam.
BalasHapus