Fiksi
[Novel Anak] Matahari Kecil-3
[Novel Anak] episode 3
Matahari Kecil
Oleh Ali Muakhir
(3)
Malam ini, menu makan malam tidak seperti biasanya. Agak
istimewa. Ada goreng tempe, tahu, telur, dan sayur sop. Anak-anak panti
berdecak senang mengelilingi meja makan.
"Ini pasti karena Teh Ines ulang tahun," kata
Uly, anak perempuan berusia sembilan tahun yang sudah menganggap Ines seperti
kakaknya sendiri. "Mudah-mudahan Teh Ines selalu sehat, ya?" katanya
lagi minta dukungan Dudi, anak laki-laki seusia Uly yang duduk berdampingan
dengan Uly.
"Amin," ucap Dudi.
Di mata anak-anak panti, Ines memang luar biasa. Sebagian
besar, mereka yang usianya di bawah Ines menganggap Ines sebagai kakak yang
luar biasa. Ines mau berbagi cerita, berbagi suka, dan berbagi duka.
Ini untuk anak-anak panti memang baik, teta-pi untuk
Ines, ada baiknya dan ada tidak baiknya. Di usianya yang telah menginjak angka
tiga belas, belum ada satu orang pun yang mengadopsinya. Tiap kali ada yang mau
mengadopsi, Ines meminta calon orangtuanya itu membawa satu atau dua orang anak
panti yang sudah dianggapnya sebagai adik. Akibatnya, calon orangtuanya itu
lebih memilih anak lain daripada dirinya. Atau ada alasan lainnya.
"Bagaimana? Makanannya enak?" tanya Bunda Asma
pada anak-anak panti yang jumlahnya mencapai enam puluh tiga anak. Mulai dari
usia 2 tahun sampai 10 tahun. Anak yang seusia Ines hanya satu orang, Dania,
yang juga hingga sekarang belum diadopsi. Bedanya, Dania belum diadopsi karena
dia cacat. Kaki kanannya pincang.
"Enak sekali, Bunda!!!" jawab anak-anak
serempak.
"Bunda, ini untuk ulang tahun Teh Ines, ya?"
tanya Uly mengungkapkan kepenasaranannya.
Bunda Asma tersenyum, "Bukan, ini untuk kita
semua," jawabnya. "Sesekali Bunda masak masakan yang agak istimewa
tidak apa-apa, kan?" tanyanya kemudian.
"Sering-sering juga tidak apa-apa, Bunda,"
jawab Uly sambil tersenyum.
"lya. Kita senang kok, asal tidak keseringan,"
Dudi menambahi.
"Yeee!!! Sering juga tidak apa-apa!!!" teriak
beberapa anak. Untuk sejenak, suasana agak gaduh. Mereka baru berhenti setelah
Bunda Asma meminta mereka berhenti.
"Insya Allah
kalau ada rezeki, Bunda akan masak yang istimewa lagi," kata Bunda Asma
mengakhiri makan malam, yang disambuttepuk tangan anak-anak panti.
Ines terharu sekali melihat anak-anak panti senang. Ines
tidak ingin mengubah keceriaan anak-anak panti dengan mengatakan dari mana
sebenarnya masakan makan malam kali ini. Cukup dia dan Bunda Asma yang tahu.
Dan, tentunya Yang di Atas, Allah Swt.
Keceriaan mereka berlanjut hingga di tempat tidur.
Kamar-kamar berukuran empat kali enam meter yang dihuni oleh sepuluh hingga dua
belas orang dengan tempat tidur bertingkat itu, ramai membicarakan makan malam
mereka.
Ines yang mendengar perbincangan mereka ikut senang.
Kebetulan kamarnya terletak paling ujung, jadi bisamengetahui apayangterjadi
di kamar-kamar yang dilewatinya.
Ines menarik napas lega begitu sampai di tempat tidurnya.
Sejenak dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, lalu merebahkan
diri. Matanya menerawang jauh. Andai aku jadi orang kaya, pasti aku bisa lebih
membahagiakan mereka, kata hatinya.
Angannya melayang, mengingat masa-masa pertama dia
menyadari kalau dia anak panti asuhan. Dia tinggal di panti sejak masih bayi.
Bunda Asma tidak tahu siapa orangtua Ines. Yang Bunda tahu, Bunda menemukan
orok Ines di depan pintu panti saat pagi-pagi buta.
bersambung ke-4
Previous article
Next article
Belum ada Komentar
Posting Komentar
"Monggo, ditunggu komentarnya teman-teman. Terima kasih banyak"