[Artikel]
10daysforASEAN
AseanBlogger
Mau Jago Nulis dan Jadi Pemenang di Dunia Tulis Menulis? Ikut Kelas Nulis "WinnerClass" aja.
[10daysforASEAN] Kopi Vietnam Vs Kopi Indonesia
Obrolan
Nyi Iteung dan Kang Kabayan
5_#10daysforASEAN
Kopi Vietnam
Vs Kopi Indonesia
Sejarah
menunjukan bahwa Indonesia terkenal
dengan komoditi rempah-rempahnya termasuk kopi
sejak abad XV.
Bahkan, gerai
kopi kelas dunia kerap mengimpor biji kopi dari Indonesia.
Tiap kali keliling dunia, termasuk keliling Indonesia,
Kang Kabayan selalu minta ditemani Nyi Iteung menikmati kopi. Entah dikedai
kopi yang tersedia di daerah tersebut atau beli mentahannya sambil minta resep
cara meracik dan menyajikannya.
Seperti kali ini, usai semua urusan beres, Kang
Kabayan mengajak Iteung menyusuri sebuah jalan di Banda Aceh mencari kedai atau
warung kopi yang banyak bertebaran di sana.
Pilihan Kang Kabayan akhirnya jatuh pada sebuah kedai sederhana,
Kedai Solong Ulee Kareng. Kang Kabayan ingin menikmati Kopi Ulee Kareng, salah
satu kopi Aceh yang rasanya sangat khas. Ulee kareng adalah nama sebuah
kecamatan penghasil kopi di Banda Aceh.
Visual dari Blog Ini |
Di kedai ini Kang Kabayan bisa melihat para Barista
yang membuat dan menyajikan kopi dengan cara dan alat yang sederhana serta unik.
Kopi yang telah dimasak dengan air mendidih diaduk dengan saringan yang terbuat
dari saringan kain. Secara berulang-ulang mereka mengaduk, lalu dari saringan
itu pula mereka menuangkan kopi ke dalam ceret-ceret sehingga membuat secangkir
kopi dengan rasa yang sempurna.
“Sederhana banget ya, Kang,” gumam Nyi Iteung melihat
para Barista sigap menyajikan kopi.
“Jangan salah Nyi Iteung, walaupun dengan kondisi
sederhana, Kopi Ulee Kareng ini sudah terkenal di seantero dunia,” kata Kang
Kabayan.
Nyi Iteng jadi ingat waktu jalan-jalan ke Vietnam dan
singgah di salah satu kedai kopi. Mereka menyajikannya juga dengan cara yang
khas, tetapi masih terbilang lebih rapi.
Alat penyeduh kopi yang lazim digunakan para peminum
kopi di Vietnam diberi nama Classic Coffee Drip. Caranya sebenarnya sederhana. Alat penyeduh kopi ini memproses
bubuk kopi dengan cara tekan dan tetes. Bubuk kopi 80-90 gram dimasukkan ke
dalam dripper kemudian ditekan dengan
pressing tool yang memiliki
rongga-rongga.
Visual dari Blog Ini |
Waktu itu Nyi Iteung disuguhi kopi yang kental, pekat,
dan pahit dalam gelas cukup besar. Kopi itu dipadu dengan susu kental manis
dalam takaran lebih banyak dari kopi, hampir sepertiga dari kopi. Campuran ini
kemudian disajikan dalam gelas kecil panas-panas atau dingin-dingin dengan es
batu.
Nyi Iteung waktu itu menyeruputnya pelan-pelan hingga
tetes terakhir. Hingga kini, dia masih bisa membayangkan rasa nikmatnya minum
kopi khas dari Vietnam.
“Iteung mau coba Ulee Kareng? Enak dan nikmat, lho, ”
tanya Kang Kabayan melihat Nyi Iteung terdiam.
Nyi Iteung menggeleng, “Nanti nyuruput kopi Kang
Kabayan saja,” katanya. “Kang, kalau Kopi Ulee Kareng enak dan nikmat kenapa
kalah terkenal dengan Kopi Vietnam, ya? Apa Kopi Vietnam lebih enak dari Kopi
Indonesia?” tanyanya kemudian.
Sebetulnya, Vietnam dahulu belajar tentang kopi dari
Indonesia. Sekitar tahun 1980-an mereka datang ke daerah Jember, Jawa Timur,
untuk mengenal karakteristik kopi Indonesia.
Vietnam sangat serius mengenal kopi hingga mempunyai
banyak ahli dan penyuluh tentang kopi. Secara berkala, para penyuluh di sana
memberikan edukasi kepada masyarakat sehingga masyarakat mengerti betul akan
pentingnya kopi menjadi salah satu sektor yang bisa diunggulkan dalam
perdagangan.
“Sementara di Indonesia, mana ada penyuluh yang
berkeliaran di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Mungkin ada, tetapi mereka
ngendon di daerah-daerah penghasil kopi saja,” jelas Kang Kabayan.
Padahal, alam Indonesia memiliki keunggulan, mengingat
letaknya dekat dengan garis khatulistiwa. Kondisi tanah Indonesia sebagian besar
memungkinkan kopi tumbuh dengan baik. Sementara, Vietnam hanya mengandalkan
kondisi tanah di perairan Sungai Mekong.
Selain itu, setiap daerah di Indonesia memiliki cara
peracikan dan penyajian yang berbeda, makanya rasa Kopi Ulee Kareng dengan Kopi Bengkulu akan berbeda. Begitu pun rasa Kopi Lampung dengan Kopi Toraja dan Kopi Jawa.
“Jadi sebenarnya potensi di Indonesia lebih unggul ya,
Kang,” Nyi Iteng mencoba menyimpulkan.
Kang Kabayan mengangguk-angguk sambil nyruput kopinya
sambil merem melek, bikin Nyi Iteung ingin mencoba.
Menyambut ASEAN Economic Community (AEC) 2015 dan era
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) harusnya antar kedua negara, Negara Indonesia
dan Negara Vietnam bisa berintegrasi untuk memunculkan kopi khas asia, sehingga
mampu bersaing dengan kopi eropa yang sudah lebih dahulu memproklamirkan diri
sebagai kopi terbaik dengan membuka kedai kopi ke sepenjuru dunia.
Siapa tahu, dengan keeksotikan serta keanekaragaman
penyajian yang khas justru akan menarik para pecinta kopi di dunia, sehingga
mereka berbalik lebih menyukai kopi produksi asia daripada produksi eropa.
Ingat, di Indonesia tidak hanya kopi luwak saja, masih banyak kopi lainnya yang
tak kalah ngangeni untuk dinikmati.
“Gimana, Nyi, mau kopinya?” tawar Kang Kabayan lagi.
“Mau Kang Kabayan,” jawab Nyi Iteung sambil memanggil
pelayan kedai. ***
Mau Jago Nulis dan Jadi Pemenang di Dunia Tulis Menulis? Ikut Kelas Nulis "WinnerClass" aja.
Previous article
Next article
Belum ada Komentar
Posting Komentar
"Monggo, ditunggu komentarnya teman-teman. Terima kasih banyak"