Dikejar Monyet Pangandaran

SEBAGAI orang Bandung yang jauh dari pantai, rasanya merah kuning ijo begitu diajak jalan-jalan ke pantai. Makanya, begitu seorang teman mengundang menghabiskan weekand di Pantai Pangandaran, tanpa mikir panjang sekali langsung mengiyakan. Tak peduli hanya Pantai Pangandaran, yang penting judulnya pantai.
Jadilah pada hari yang disepakati, bersama beberapa keluarga konvoi dengan mobil masing-masing menuju Pangandaran. Kegirangan keluarga saya pun makin menjadi ketika mendapat tempat menutup mata penginapan tepat di seberang pantai.
Pagi di Pangandaran (Foto: Alee)

Pagi-pagi sekali, bahkan sebelum ayam jantan berkokok, gemuruh ombak pantai seolah melambai-lambai, mengajak semua wisatawan yang sudah beristirahat di penginapan sekitar pantai segera bergumul dengan ombak.
Saya membuka tirai jendela kamar untuk melihat keluar. Langit terlihat cukup gelap, tetapi di tepian pantai sudah banyak orang. Tanpa menunggu waktu lama, saya langsung mengajak keluarga kecil saya turun.
Begitu telapak kaki menyentuh ombak, rasanya nyesss … sejuk menyeruak hingga ujung kepala. Pantai Pangandaran termasuk pantai yang landai dengan air yang jernih. Jarak antara pasang dan surut relatif lama, sehingga memungkinkan kita berenang dengan aman. Pantas saja, pantai yang menjadi objek wisata andalan Ciamis ini banyak diminati wisatawan.
Pantai Indah yang yang sering digunakan untuk event lomba layang-layang ini terletak di sebelah timur Jawa Barat, tepatnya di Desa Pananjung, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis.
Menurut Asia Rooms, perusahaan situs web penyedia layanan reservasi hotel secara online untuk wilayah Asia dan Oseania yang berbasis di Singapura, Bangkok, dan Thailand, pangandaran termasuk salah satu pantai terbaik di Pulau Jawa. Makanya, sayang sekali jika sudah ada di sana, tetapi tidak menikmatinya.
Kring-Kring Gowes-Gowes di Pantai Pangandaran (Dok. Pribadi)

Jadilah pagi itu keluarga kecil saya berlarian ke sana kemari menikmati pantai. Setelah cukup lelah, saya menyewa sebuah sepeda panjang yang memuat empat orang. Sepeda dengan biaya sewa hanya Rp. 25.000/jam itu saya gunakan untuk menyusuri pantai sejauh kurang lebih 3 kilometer di antara bibir merah merekah pantai dan perahu-perahu nelayan yang baru pulang melaut.
Selain sepeda, untuk menikmati pantai bisa menaiki kuda, naik perahu, selancar air, atau permainan lain yang biasa dilakukan di pantai seperti mengubur diri dalam pasir, main bola pantai, atau berenang sepuasnya sampai mabok laut.
Setelah cukup lama bersepeda di bibir pantai, saya sekeluarga sarapan ikan bakar. Lezatnya sungguh tiada tara. Kelelahan akibat perjalanan dari Bandung ke Pangandaran yang menempuh waktu sekitar 6 jam terbayar sudah.

Taman Wisata Alam
Belum lengkap rasanya mengunjungi objek wisata Pantai Pangandaran jika tidak menginjakkan kaki di Taman Wisata Alam Pangandaran. Objek wisata ini merupakan satu-satunya objek wisata hutan yang ada di Pangandaran.
Kekayaan sumber daya hayati di Taman Wisata Alam tersebut berupa flora, fauna, dan keindahan alam. Delapan puluh persen flora yang tumbuh di sana merupakan vegetasi hutan sekunder tua dan sisanya adalah hutan primer. Pohon-pohon yang tumbuh antara lain Laban (Vitex pubescens), Kisegel (Dilenia excelsea), dan Marong (Cratoxylon formosum).
Selain itu banyak jenis-jenis pohon seperti  Reungas (Buchanania arborencens), Kondang (Ficus variegata), Teureup (Artocarpus elsatica), Nyamplung (Callophylum inophylum), Waru laut (Hibiscus tiliaceus), Ketapang (Terminalia cattapa), dan Butun (Baringtonia aistica).
Pada dataran rendahnya terdapat hutan tanaman yang merupakan tanaman exotica yang terdiri dari tanaman jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia mahagoni) dan Komis (Acacia auriculirformis).
Dengan berbagai ragam flora, kawasan tersebut cocok untuk hidup satwa liar seperti Banteng (Bos sondaicus), Kijang (Muntiacus muntjak), Tando (Cynocephalus variegatus), Kalong (Pteroptus vampyrus), Kera abu-abu (Macaca fascicularis), Lutung (Trcyphithecus auratus), Kangkareng (Anthracoceros convexus), Rangkong (Buceros rhinoceros), dan Ayam hutan (Gallus gallus).
Selain flora dan fauna yang hidup tentram, ada juga batu prasasti, Batu Kalde –Salah satu batu peninggalan sejarah zaman Hindu. Gua alam dan gua buatan seperti Gua Panggung, Gua Parat, Gua Lanang, Gua Sumur Mudal, dan gua-gua peninggalan Jepang.
Untuk memasuki kawasan Taman Wisata Alam bisa melalui pintu darat dengan membayar karcis sebesar Rp. 7000,- perorang atau melalui pintu air dengan menumpang perahu langsung menuju pasir putih dengan membayar Rp. 10.000,- perorang. Karena saya membawa anak-anak, saya putuskan untuk masuk melalui pintu air.
Sepanjang perjalanan menuju pasir putih yang hanya menempuh waktu sekitar 10 menit, saya dan anak-anak dibuat kagum oleh terumbu karang serta ikan warna-warni di bawah laut. Sayangnya saya dan anak-anak tidak siap untuk Snorkeling, jadi kami hanya menikmati dunia bawah laut pangandaran dari atas perahu.
Si Kakak Nada Basah Kuyup Dikejar Monyet Pangandaran (Dok. Pribadi)

Dikejar Monyet
Anak-anak langsung berlompatan begitu kapal menepi. Apa yang terjadi kemudian? Begitu turun, anak pertama saya langsung dikejar mas-mas monyet ekor panjang yang banyak berada di sana. Sekuat tenaga, dia langsung berlari ke pantai. Untung pantainya dangkal. Usut punya usut, dia dikejar karena dia membawa tas plastik berisi kumang.
Petugas mengingatkan kalau turun dari kapal jangan sampai membawa plastik. Monyet-monyet ekor panjang yang bergentayangan di sekeliling pasir putih akan mengejar. Mereka mengira, kita membawa makanan untuk mereka.
Sebetulnya masih ada daya tarik lain di seputar pasir putih seperti padang pengembalaan Cikamal, yang merupakan areal padang rumput dan semak seluas 20 hektar sebagai habitat banteng dan rusa serta air terjun yang berada di kawasan cagar alam bagian selatan. Kami tidak ke sana karena harus ditempuh dengan jalan kaki selama 2 jam melalui jalan setapak.

Tanpa terasa hari semakin siang, setelah puas mengambil gambar, saya dan keluarga memutuskan kembali ke penginapan setelah sebelumnya membeli oleh-oleh khas pangandaran seperti  Teri Belah, Opak Mini, Nago Kelapa Aroma Jahe,  Sale Roll, dan Rebon Udang di warung-warung  yang bertebaran di sepanjang jalan pantai pangandaran. []
@KreatorBuku
Previous article
Next article

11 Komentar

  1. hahaha...
    jadi inget waktu upgrading FLP Jabar, mba Dee juga diserbu monyet2 pas keluar dari mini market bawa kantong isi makanan XD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihihi ... semoga para monyet nggak berpikir kalau itu emaknya ya Lin #ehhh

      Hapus
  2. Waah masih mending hanya di kejar monyet di sana. Saya dong... lengan atas saya sampe digigit karena berusaha mengusir monyet yang mau ngambil makanan kami.. huaaaa..... !! #eh, kok bangga? :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehehe ... judulnya rebutan makananan dunk ya ...

      Hapus
  3. euleuuhh....meni karunya, kedahna mekel kacang sing seueur geura,,meh monyetna anteng, trus lumpat...hehe

    BalasHapus
  4. Kirain Kang Ali dikejar monyetnya. Btw, jadi ingat waktu di Ubud. Aiiih ... aku takut banget sama monyet. Punya pengalaman buruk soale. :(

    BalasHapus
  5. Widiiwww...monyetnya proaktif banget ya Kang, bikin takut deh.
    Belum pernah ke Jawa Barat, pengin banget kapan2 bisa ke Pangandaran, tanpa bonus dikejar monyet tentunya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi, iya ... yang ada kita yang harus ngejar-ngejar monyet ya biar seru.

      Hapus
  6. Hpku pernah ditarik monyet di Ranggunan hiks... btw, seru banget ya jalan-jalannya :)

    BalasHapus

"Monggo, ditunggu komentarnya teman-teman. Terima kasih banyak"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel