lomba
Tips
Antara Pesan Ibu, Tiga Kelompok Usia Mendidik Anak, dan Serangan Gawai
HINGGA
saat ini, saya masih teringat pesan Ibu saat akan berumah tangga dahulu. Pesan
beliau awalnya tidak terlalu saya hiraukan. Akan tetapi, setelah anak-anak
lahir, pesan tersebut benar-benar saya rasakan.
Pesan
beliau cukup singkat, seperti ini kira-kira redaksinya, “Anak kamu lahir beda
zaman dengan kamu. Sama seperti kamu yang lahir berbeda dengan zaman Ibu. Kamu
harus mendidiknya sesuai dengan zamannya. Karena, kalau kamu mendidik seperti
Ibu mendidik kamu, kasihan anak-anak kamu.”
Dengan
nasihat tersebut, saat istri mengandung anak pertama, saya bersama istri
mengoleksi buku tentang mendidik anak, langganan beberapa majalah dan tabloid
parenting, dan rajin mengikuti seminar-seminar parenting.
Dari
semua referensi yang saya baca, kemudian saya dan istri sepakat memilih frame besar dalam mendidik anak dengan
cara yang dianjurkan salah seorang sahabat Rasulullah, Ali bin Abi Thalib.
Beliau membagi tiga kelompok usia dalam mendidik anak;
1). Kelompok 7 tahun pertama (usia 0-7 tahun)
Perlakukan Anak Sebagaimana Raja.
Maksud
memperlakukan anak sebagaimana raja, bukan berarti kita sebagai orangtua menuruti
semua keinginan anak, melainkan memberikan perhatian penuh kepada anak.
Pada
usia 0-7 tahun anak-anak sedang mengalami masa-masa emas. Pada saat itu
pembentukan sel otaknya mencapai 70%. Kemampuan mereka dalam menyerap informasi
masih sangat kuat. Asuh mereka dengan tangan kita. Perhatian kecil yang
sederhana dan tulus dari lubuk hati pasti akan membekas pada mereka.
Maka
ketika kita selalu berusaha sekuat tenaga untuk melayani dan menyenangkan hati
anak yang belum berusia tujuh tahun, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang
menyenangkan, perhatian, dan bertanggung jawab. Karena jika kita mencintai dan
memperlakukannya sebagai raja, maka anak juga akan mencintai dan memperlakukan
kita sebagai raja dan ratunya.
2).
Kelompok 7 tahun kedua (usia 8-14 tahun), Perlakukan Anak Sebagai Tawanan.
Pada
tahap ini logika anak tumbuh dan berkembang secara cepat karena rasa keingintahuan
yang tinggi. Pada fase kedua ini pula anak akan mengalami pubertas. Anak lebih
disiplin sebelum menginjak pubertas.
Oleh
karena itulah, orang tua harus bisa mendidik anak dengan keteladanan serta
menekankan kedisplinan yang tinggi supaya mereka mampu memahami mana hal yang
bermanfaat dan yang tidak bermanfaat. Menekankan perbedaan hal yang baik dan
tidak baik, dan sebagainya. Sebagaimana orang yang sedang ditawan, setiap saat
dipantau.
3).
Kelompok 7 tahun ketiga (usia 15-21 tahun), Perlakukan Anak Sebagai Sahabat.
Sebagaimana
seorang sahabat, orang tua berusaha untuk sejajar dalam pola pikir dan
perilaku. Paling tidak ada 4 hal yang bisa dilakukan orang tua:
1). Berbicara dari Hati ke Hati
Berusaha
menjelaskan jika dia sudah remaja dan beranjak dewasa. Perlu dikomunikasikan
bahwa selain mengalami perubahan fisik, anak akan mengalami perubahan secara
mental, spiritual, sosial, budaya, dan lingkungan sehingga sangat mungkin akan
ada masalah yang harus dihadapi.
Paling
penting bagi kita para orang tua adalah harus mampu membangun kesadaran pada
anak-anak, bahwa pada usia setelah akil
baliqh ini, anak sudah bertanggung jawab pada apa yang dilakukan yang kelak
akan diminta pertanggung jawabannya di hadapan yang Maha Kuasa.
2). Memberi Ruang Lebih dalam Pengawasan
Meski
kita perlakukan sebagaimana sahabat, pengawasan tetap harus dilakukan tanpa
bersikap otoriter dan tentu saja diiringi dengan berdo'a untuk kebaikan dan
keselamatannya. Dengan demikian anak akan merasa penting, dihormati, dicintai,
dihargai dan disayangi.
Kelak
anak akan merasa percaya diri dan mempunyai kepribadian yang kuat untuk selalu
cenderung melakukan kebaikan dan menjauhi perilaku buruk.
3). Memberi Tanggung Jawab Lebih
Beri
anak tanggung jawab yang lebih berat dan lebih besar dari sebelumnya, dengan begitu
kelak anak akan memiliki pribadi yang cekatan, mandiri, bertanggung jawab dan
dapat diandalkan.
Contoh
pemberian tanggung jawab pada usia ini misalnya dengan memintanya membimbing
adik-adiknya mengerjakan beberapa pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh orang
dewasa, atau mengatur jadwal kegiatan dan mengelola keuangannya sendiri.
4). Membekali dengan Keahlian
Bagaimana
pun juga anak kelak akan hidup sendiri, tidak salah jika pelan-pelan kita
bekali dengan keahlian supaya kelak bisa survive
menjalani kehidupan. Keahlian yang kecil-kecil seperti mencuci, memasak, dan keahlian
kemandirian lainnya.
Jika
diperlukan, bekali mereka dengan keahlian seperti berdagang dan keahlian lain
yang kelak akan menjadi salah satu keahlian yang bisa dimanfaatkan dalam
kehidupan.
Jika
anak pertama sudah mulai masuk fase kelompok ke-3, anak ke-2 dan ke-3 masih
dalam kelompok ke-2 jadi masih jadi tawanan karena masih berusia 10 dan 12
tahun. Mereka masih dalam tahap mendisplinkan diri.
Serangan Gawai
Sejak
anak pertama lahir hingga sekarang komitmen untuk mendidik anak dengan frame
tersebut tetap dipertahankan, efeknya cukup signifikan, anak-anak mudah
disiplin, tanggung jawab, dan mudah diarahkan hingga serangan gawai melanda.
Tepatnya
ketika anak pertama masuk kelas 5 Sekolah Dasar sekitar 3 tahun lalu. Saat dia
harus ikut bimbingan belajar. Karena perlu alat komunikasi, mau tidak mau perlu
gawai. Dengan mempertimbangkan banyak hal seperti dalam salah satu artikel yang
dimuat web sahabat
keluarga akhirnya kami mengalah membelikannya gawai.
Sebelum
beli, saya kumpulkan anak-anak untuk membicarakan gawai yang akan dibeli untuk
dipinjamkan kepada si Kakak. Saya tegaskan, jika gawai itu bukan milik si
Kakak, melainkan hanya dipinjamkan saja dan digunakan seperlunya saja. Selain
itu, saya coba melakukan beberapa hal berikut ini;
1). Jenis Gawai Sesuai Kebutuhan
Bagaimana
pun juga, saya sangat sadar, anak-anak sebaiknya tidak diberi gawai. Akan
tetapi, karena kondisi sangat mendesak dan tidak bisa diganti dengan cara lain
kecuali membelikan gawai.
Ketika
saya, istri, dan anak-anak ngumpul saya jelaskan spesifikasi gawai yang akan
diberikan kepada si Sulung. Gawai dengan spesifikasi yang paling minimalis.
Tetap bisa digunakan untuk internetan, tetapi memori sangat dibatasi supaya
tidak untuk mengunduh aplikasi-aplikasi yang tidak diperlukan.
Kenapa
gawai yang bisa untuk internetan? Karena ada group khusus kelas bimbel yang
digunakan untuk komunikasi dan info-info penting pada salah satu aplikasi chatting.
Sebetulnya,
bisa saja menggunakan gawai saya atau gawai istri, tetapi khawatir tidak focus.
Akhirnya, tetap saja beli gawai untuk si Sulung.
2). Buat Perjanjian
Sebelum
gawai diberikan, saya membuat selembar perjanjian yang ditandatangani istri,
anak, dan saya. Perjanjian tersebut sebagai bentuk penjagaan kepada anak,
supaya gawainya tidak dipergunakan semena-mena.
Apa
saja isi perjanjiannya? Tidak banyak, hanya beberapa poin. Antara lain;
penegasan jika gawai yang dipegang hanyalah gawai pinjaman yang sewaktu-waktu
bisa diambil kembali jika melakukan pelanggaran. Kapan gawai digunakan. Apa saja
yang bisa dilakukan dengan gawai tersebut. Apa saja yang tidak boleh dilakukan
dengan gawai tersebut.
Dengan
perjanjian tersebut, berharap anak bisa memahami dan menjaga gawainya supaya
dipergunakan dengan semestinya.
3). Buatkan Alamat Email
Langkah
berikutnya adalah membuatkan akun email untuk mengaktifkan gawai dan keperluan
lain yang terkait dengan gawai, seperti unduh aplikasi dan sebagainya. Alamat
email sengaja dibuatkan supaya kita tahu kata sandinya.
Kita
pun bisa memasang alamat email pada gawai kita, sehingga aktifikas anak tetap
terpantau dengan baik.
4). Unduh Aplikasi yang Dibutuhkan
Setelah
membuatkan alamat email kita bantu untuk mengunduh aplikasi yang diperlukan. Saya
pilih unduh aplikasi-aplikasi yang sifatnya edukatif, supaya mendukung belajar
anak.
5). Buatkan Akun Medsos
Ketika
anak memegang wagai, mau tidak mau mereka pasti minta dibuatkan akun media
sosial. Saya hanya membuatkan akun instagram karena teman-temannya hampir semua
punya akun. Dengan catatan, tidak berteman dengan orang-orang yang tidak
dikenal dan tidak mengunggah foto yang tidak sopan.
Saya
juga membuatkan akun youtube karena sebetulnya di youtube banyak materi
pelajaran yang bisa dilihat anak-anak. Jangan lupa, sebelum diaktifkan, blok
akun-akun yang mengandung pornografi, kekerasan, dan mengandung SARA supaya
anak-anak aman.
6). Atur Penggunaan
Seperti
yang saya singgung pada poin satu (1) di atas, buat aturan penggunaan gawai
supaya anak tidak memegang gawai seharian penuh. Saya menerapkan peraturan;
gawai dibawa saat sekolah hingga pulang sekolah dan malam setelah pukul 20.00.
Pada saat libur dan perjalanan jauh, anak-anak boleh menggunakan gawai tidak
lebih dari 3 jam sehari.
7). Pantau Setiap Saat
Setiap
minggu, saya cek gawai anak, tentu
sepengetahuan anak supaya rasa percaya anak tidak luntur. Kita bisa
mencantumkan dalam peraturan, gawai akan dicek setiap saat dan anak tidak boleh
mengelak. Dengan cara seperti ini, kita bisa mengetahui apa gawai anak masih
dalam kendali atau tidak.
Dengan
ketujuh (7) hal tersebut, hingga hari ini proteksi saya sebagai orangtua saat
terjadi serangan gawai dan terpaksa harus memberikan fasilitas
gawai kepada anak. Semoga bermanfaat
bagi #SahabatKeluarga.
Previous article
Next article
saya setuju bahwa mendidik anak memang harus sesuai dgn zamannya :)
BalasHapusNanti kalau punya anak, saya juga ingin menerapkan pola pendidikan untuk tiga fase usia anak tersebut di atas. Gawai benar-benar racun bagi anak-anak yang orangtuanya sibuk dan cuek. Semoga kita bisa memaksimalkan penggunaannya untuk kebutuhan anak, sekaligus juga tetap memperhatikan mereka agar tidak kecanduan.
BalasHapusAmiiiin
HapusInfonya bermanfaat banget, Mas Ali
BalasHapusKeren mas tulisannya, sangat bermanfaat dalam memperlakukan anak
BalasHapusMakasih Banyak Mira
Hapusmemang kenyataannya jaman sekarang, anak berpotensi tercemar gawai. mau ga mau pasti bakal kena. sebebernya agak khawatir sih. jd sebisa mungkin anakku, ga dikenalin gawai sampe usia 8 tahun mungkin. tp rada ga yakin karena sekarang aja anakanak udah pada pamer game ini game itu pas di kelas padahal masih kelas 1.
BalasHapusHehehe, ganti mainan lain
HapusTerima kasih sharingnya kang Ale, bermanfaat banget, aku bintangiii..
BalasHapusSama-sama Mbak Rieka
Hapustantangan jaman sekarang ya.. lebih canggih...
BalasHapusmakasih artikel bermanfaatnya Bang Ali..
Bener banget
HapusNasihat ibu Kang Ali seperti nasihat Ali Bin Abi Thalib ya.
BalasHapusBegitulah kira-kira hehe
HapusKalau sepuluh tahun lalu, kayaknya anak baru terpapar gawai setelah lumayan besar ya. Sekarang ini susahnya masih bayi dan balita sudah kena gawai juga kayak anak saya. Heu.
BalasHapusIya, orangtuanya harus tega
HapusMemantau setiap saat, banyak yang terkendala dengan hal itu kang, apalagi kalau orang tua tersebut sibuk terus
BalasHapusBener banget
Hapustips 7 itu harus ditempel di ruang makan atau kumpul kerluargaa biar nampak terus. atau tarok di ruang kerja..
BalasHapusIya, bener banget Mak
Hapusmendidik anak sangat penting untuk menumbuhkan kasih sayang. keren
BalasHapusAh, babang Ivan tau aja
HapusOtakku langsung tertanam kembali akan pelajaran berharga dalam mendidik anak-anak. Alhamdulilah Allah mempertemukan aku dengan tulisan kang Ali ini. Sangat bermanfaat dan menambah wawasan. InsyahAllah saya mampu dan sudah benar dalam mendidik anak-anak saya. Terima kasih kang Ali untuk sharingnya dan saya setuju pernyataan Ibu kang Ali yang mengharuskan kita mendidik anak sesuai zamannya ia lahir. Di tunggu artikel selanjutnya. Request dong kalau boleh tulis soal kehidupan rumah tangga.
BalasHapusAlhamdulillah kalau bermanfaat.
HapusWah, nanti coba nulis ya
Wah ilmu baru ini....
BalasHapusTerima kasih kak Ali sharing-nya buat bekal menjadi orangtua nanti...
Sama-sama Junita. MOga bermanfaat ya
Hapus