Menjadi Social Entrepreneur Itu Membahagiakan
SOCIAL Entrepreneur atau wirausahawan sosial memang memiliki tantangan tersendiri karena tujuannya adalah memecahkan masalah sosial atau mempengaruhi perubahan sosial berbasis masyarakat.
Istilah Social
Entrepreneur berasal dari dua kata yakni social
dan entrepreneur. Seseorang yang
memilih menjadi social entrepreneur selalu bersedia mengambil risiko ketika berupaya
mengubah masyarakat dan lingkungan agar lebih berdaya dengan ide-idenya yang
kadang tidak biasa.
Social entrepreneur biasanya
membangun bisnis pada dua bottom lines.
Pertama menghasilkan keuntungan untuk mendukung perusahaan dan karyawannya. Kedua
mengambil sebagian dari keuntungan yang kemudian menggunakannya untuk menangani
masalah sosial seperti kelaparan, kerusakan lingkungan, pendidikan, tunawisma
atau masalah keberlanjutan.
Tujuan utama social
entrepreneur bukan semata-mata untuk mendapatkan keuntungan, melainkan untuk
menerapkan perbaikan nyata dan luas di masyarakat. Seperti yang dilakukan Erix
Soekamti, salah satu social entrepreneur yang dikenal kreatif dengan ide-ide
gilanya.
Erix yang juga personil
band pop punk Endank Seokamti asal
Yogyakarta tersebut, pada acara Fun Talk
yang diadakah secara live melalui
akun instagram HomeCredit tersebut buka-bukaan pahit manisnya menjadi seorang social entrepreneur.
Erix Soekamti dalam Acara Fun Talk HomeCredit (Foto edited)
DOES Community dan DOES University
Saya tidak terlalu
mengenal Erix karena saya memang bukan penggemar musik punk, tetapi saya tahu
DOES University karena saya pegiat dunia kreatif, salah satunya multimedia.
Does University berdiri
sejak tahun 2015. Angkatan pertama mahasiswanya hanya 10 orang dengan berlatar
belakang dan asal daerah berbeda seperti Jogja, Bandung, Surabaya, Balikpapan,
Bali, dan daerah lainnya.
Seperti yang
diceritakan Erix, modal awal membangun DOES University sekitar 300 juta rupiah
yang didapat dari penjualan merchandise
DOES dan dari pertunjukan band Endank Soekamti.
Para mahasiswa
angkatan pertama dididik untuk menggeluti multimedia dan animasi. Setelah belajar
mereka wajib mengabdi selama satu tahun untuk mendidik adik kelasnya di
angkatan berikutnya.
Setelah setahun
berdiri, DOES mempunyai 58 siswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia
yang fokus menimba ilmu animasi secara gratis. Setahun setelah belajar, pada
tahun pertama DOES University akan meluncurkan video klip animasi lagu anak.
Sejak mendirikan
DOES University, Eric Kristianto atau Erix Soekamti secara tidak langsung
mengubah pandangan masyarakat terhadap kesan anak punk yang urakan, nakal, dan
tidak peduli pada orang-orang sekitar.
DOES atau Diary of Erix Soekamti sendiri awalnya
hanya sebuah program di kanal Youtube yang kontennya bersiri keseharian,
kegiatan, dan pemikiran Erix Soekamti
selama ini. Diary of Erix Soekamti inilah yang kemudian menjadi cikal bakal
DOES University.
Mempunyai fan based yang besar, membuat lelaki
yang satu ini memutar otak bagaimana caranya dapat mewujudkan mimpi anak-anak
muda berbakat diluar sana melalui sekolah multimedia secara gratis.
Erix berharap, di
masa yang akan datang DOES University menghasilkan lulusan yang berkualitas dan
dapat menghasilkan karya yang mendunia meski pun kurikulum yang digunakan adalah
kurikulum pendidikan untuk satu tahun.
Kurikulum didapat
dari berbagai grade ilmu animasi dan
komunikasi dari berbagai kampus. Diharapkan melalui silabus dan tenaga pengajar
yang ada membuat siswa didik lebih berkompeten dari pada sebelumnya.
Komunitas bernama
Kamtis Family yang dibentuk selama menjalani karier sebagai musisi menjadi
modal dasar bagi DOES University. Menurut Erix, jika tidak ada Kamtis Family, mungkin
Erix akan kebingungan menjual produk kreatif DOES University.
Komunitas Sepeda Menjamur di Mana-Mana (Foto Freepik)
Desa Wisata Nglarisi Konco Dewe
Bukan hanya DOES
University yang diinisiasi Erix, melainkan juga Desa Wisata Nglinggo dan
gerakan Nglarisi Kondo Dewe. Melihat potensi alam di daerah yang indah membuat
Erix tak tinggal diam.
Desa Wisata Nglinggo
adalah sebuah dusun di Desa Pagerhajo Menoreh. Dusun tersebut mempunyai daya
tarik alam pegunungan, wisata trecking,
air terjun Watu Jonggol, nuansa pedesaan, perkebunan teh dan kopi. Selain itu, masyarakat Nglinggo masih menjaga
tradisi kehidupan Jawa dan kesenian tradisional dalam kehidupan sehari-hari.
Siapa pun yang
berwisata ke sana bisa tinggal bersama keluarga di rumah pedesaan, terlibat
dalam aktivitas pedesaan termasuk terlibat dalam aktivitas penderesan gula
aren, membuat gula aren, memetik teh atau kopi, proses pembuatan teh atau kopi
dan belajar beternak dan memerah susu kambing etawa.
Wisatawan juga bisa
belajar sekaligus meyaksikan pertunjukan Jatihilan dan Lengger Tapeng yang khas
dari Dusun NGlinggi dan belajar melukis. Bagi yang senang aktivitas out door, bisa menikmati keindahan hutan
pinus dengan off road.
Aktivitas Erix yang
memang suka berwisata dan bersepeda, selain menggagas Desa Wisata Nglingo juga
menggalahkan gerakan Nglarisi Konco Dewe.
Nglarisi Konco Dewe gerakan membeli produk kawan sendiri, yang penghasilannya
menurun karena pandemi.
Kegiatan sosial Nglarisi
Konco Dewe dicetuskan Erix dan beberapa teman yang tergabung di berbagai
komunitas sepeda di Jogjakarta. Aksi sosial tersebut terbentuk karena adanya
insiden pesepeda yang sempat viral di media sosial.
Kala itu, ada
rombongan pesepeda masuk kafe sambil membawa sepedanya ke dalam. Hal ini
membuat warganet geram dengan aksi pesepeda tersebut. Citra pesepeda pun
menjadi buruk gara-gara insiden ini karena sudah terlanjur viral di media
sosial.
Melihat hal ini,
Erix Soekamti pun berpikir kenapa sih kalau kegiatan bersepeda yang ramai-ramai
ini dijadikan kegiatan positif dan bermanfaat buat orang lain.
"Kita tuh
bersepeda ramai-ramai, kayaknya kalau hobi ini dikonversikan menjadi kegiatan
yang bermanfaat buat orang lain, akan lebih ada misinya. Endingnya nanti bisa
membantu teman sendiri," ujar Erik saat acara Fun Talk HomeCredit.
Aktivitas Nglarisi
Konco Dewe di antaranya menyambangi usaha-usaha atau UKM dari teman-teman
goweser yang memiliki warung ataupun kafe. Aktivitas tersebut berjalan hingga
kini.
Pada sesi akhir Erix
berpesan, menjadi sosial entrepreuner memang tidak mudah, tetapi kalau
dijalankan sepenuh hati akan sangat menyenangkan.
Oooh DOES itu singkatan ya kirain does bahasa inggris hihi.. keren nih bermanfaat sekolah inklusi seperti ini.
BalasHapusSemoga Does university makin banyak diminati ..para kaum muda..yang mencari dengan cara menyenangkan..
BalasHapusErix Soekamti emang mantuull, mantab betul!
BalasHapusSelalu senaaanggg dan inspiride banget manakala Baca kiprah doi di DOES University dan aneka usaha sosial lainnya
Bisa jadi contoh generasi muda nih ya
Wah seru kyknyaya bisa liburan ke desa wisata apalagi menginapnya di rumah penduduk lokal jd benar2 merasakan tinggal di sana kek apa.
BalasHapusSemoga setelah pandemi udah bener2 usai bisa berlibur ke sana juga ah
Bukan hanya istilahnya saja yang keren, tapi maknanya juga luar biasa. Socialpreneur ini insyaallah akan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang banyak. Salut sama Erix Soekamti, bisa membangun sekolah gratis sebagus itu.
BalasHapusNglarisi konco dewe ini juga mempererat silaturahm yaa, kang...
BalasHapusSosial entrepreuner ini gerakan yang bagus dan mulia.
Berharap makin banyak DOES university yang dibangun di seluruh negeri oleh orang orang yang berpikiran sama seperti mas Eric Soekamti agar SDM kita semakin unggul dan berdaya saing
BalasHapusBagian yang Nglarisi Konco Dewe, saya malah baru paham setelah baca postingan ini. Hehehe. Awalnya saya pikir seperti yang lainnya, ngejualin produk teman dengan sepeda. Ternyata para goweser nglarisi warung teman dengan datang ke sana.
BalasHapus