Bunyi Bel Misterius

 



Bunyi Bel Misterius

Oleh Ali Muakhir

 

Pagi ini udara cukup dingin karena semalam hujan sangat deras. Asep menggeliat malas di balik selimut tebalnya. Begitu juga Adin, adik kecilnya. Di rumah mereka hanya ditemani Bi Inah. Papa Mama sedang ke Sumedang menengok Nenek.

Hampir semalaman Asep tidak tidur. Bukan karena takut hujan, namun karena takut pada bunyi bel misterius.

“Jam berapa, Aa?” tanya Adin sambil membuka mata. Adin biasa memanggil kakaknya dengan sebutan Aa.

Asep melihat weker kecil berbentuk gajah, di atas meja belajar. “Jam 05.00! Ayo, shalat subuh!” jawabnya.

Bukannya bangun, Adin malah menarik selimut.

“Masih takut sama bel misterius semalam, ya?” tanya Asep kemudian.

Adin terbelalak. Memang betul, dia masih takut. Semalam sekitar pukul sembilan, bel rumah berbunyi. Asep dan Adin pikir Papa Mama yang datang. Mereka buru-buru menghambur keluar. Namun …

“Tidak ada siapa-siapa,” ujar Bi Inah yang lebih dulu keluar, “Mungkin orang iseng,” katanya lagi sambil menyuruh Asep dan Adin masuk kamar.

Lima menit kemudian bel kembali berbunyi. Asep dan Adin keluar kamar menuju ruang tamu. Di situ mereka melihat Bi Inah sedang mengintip dari balik gorden jendela.

“Tidak ada siapa-siapa,” bisik Bi Inah, menggeleng-gelengkan kepala.

Asep dan Adin saling pandang tidak mengerti. Lantas mereka duduk di ruang keluarga diikuti Bi Inah.

“Jangan-jangan ada orang jahat, Bi,” gumam Asep cukup membuat bulu kuduk Adin berdiri, “Kalau begitu kita jangan tidur, ya,” lanjutnya.

Ting! Tong! Bel itu berbunyi lagi. Seketika Adin yang masih duduk di kelas satu SD mendekati Bi Inah, lalu dia duduk di pangkuan Bi Inah. “Adin takut, Bi,” ujarnya.

Ting! Tong! Bel itu kembali berbunyi. Kali ini suasananya lebih menakutkan. Soalnya hampir berbarengan dengan suara petir.

“Aa, Adin Takut!”

Melihat wajah Adin, Asep tidak tega. Pelan-pelan Asep menarik napas mencoba mengurangi ketakutannya, lalu memberanikan diri keluar pintu. Di tangannya tidak lupa membawa payung dan pentungan.

“Tidak ada siapa-siapa. Apa mungkin hujan-hujan begini ada orang iseng?” gumam Asep dalam hati.

Ting! Tong! Bel berbunyi lagi. Asep semakin tidak mengerti. Apa mungkin hantu Gilang? Pikir Asep. Gilang adalah teman Asep yang tinggal sekitar seratus meter dari rumah Asep. Mereka biasa main bersama. Kalau datang ke rumah, Gilang selalu memencet bel berkali-kali, meski Asep sudah membukakan pintu. Dan, tiga hari lalu Gilang meninggal dunia karena sakit.

“Apa mungkin hantu Gilang yang masih gentayangan?” ujar Asep terlontar begitu saja.

“Hus, jangan menakut-nakuti Bibi, ah. Mana mungkin ada hantu bisa mencet bel? Kalau pun ada …”

Ting! Tong! Bel berbunyi lagi. Kali ini tidak ada yang berani bicara. Akhirnya mereka berhamburan masuk kamar, tidur, dan membiarkan bel itu berbunyi terus menerus hingga berhenti sendiri.

Ting! Tong! Pukul 05.30, bel kembali berbunyi. Adin terperanjat, langsung merangkul Asep yang tengah duduk bersandar di sandaran tempat tidur.

“Pasti itu Papa Mama,” Asep menduga-duga.

Mereka berdua keluar kamar. Ternyata benar. Papa Mama yang membunyikan bel. Asep langsung membantu Bi Inah membawa barang-barang bawaan. Sementara Adin malah menggandeng Papa dan memintanya duduk di ruang keluarga. Dia ceritakan semua yang terjadi semalam.

“Benar apa yang diceritakan Adin, Sep?” tanya Papa begitu Asep duduk di depan Papa.

Asep mengangguk, “Kayaknya hantu Gilang, soalnya mencetnya berkali-kali,” ujarnya kemudian.

Papa terdiam beberapa saat, seperti memikirkan sesuatu. Tidak lama kemudian Papa tersenyum. Lantas mengajak Asep dan Adin keluar membuka sakelar bel yang berada di luar pagar.

Beberapa saat kemudian Papa meneteskan air. Perlahan air itu merambat mengenai lempengan kecil dari alumunium, yang berada di bagian atas. Jumlah lempengan itu ada dua. Di bagian atas dan bagian bawah sakelar.

Ting! Tong! Begitu air tersebut menempel di kedua ujung lempengan itu, bel berbunyi.

"Ini rahasianya. Air kan penghantar listrik. Jadi kalau ada air masuk ke dalam sakelar, lalu menyambung kedua lempengan ini, bel akan berbunyi,” jelas Papa sembari menunjukan kedua lempengan itu dengan obeng.

"Jadi bukan hantu?” Asep paham penjelasan Papa.

“Bukan, mana ada hantu gentayangan. Mencet-mencet bel lagi. Seperti tidak ada kerjaan lain saja,” kata Papa membuat Asep dan Adin tersenyum.

Akhirnya Papa memberi isolasi pada sakelar bel. Supaya tidak ada bunyi bel misterius lagi di saat hujan.

Previous article
Next article

1 Komentar

  1. Waah......ceritanya seru, Kang.

    Untung saya bacanya bukan pas malam-malam, Kang....
    Secara saya ini penakuut......

    BalasHapus

"Monggo, ditunggu komentarnya teman-teman. Terima kasih banyak"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel