Dalam Perencanaan Keuangan, Jangan Pernah Abaikan Latte Factor



APA Financial Goal tahun depan? Mendengar pertanyaan tersebut terus terang saya langsung diam saking terhenyaknya. Bukan apa-apa, selama ini yang jadi focus utama saya ketika akan merencanakan sesuatu bukan financial dulu yang jadi pijakan awal, melainkan keinginan dulu.
Padahal, menurut Dipa, salah seorang financial planner yang juga manager artis yang membawahi beberapa komika terkenal, financial goal itu sangat penting. Tanpa finacial goal yang jelas dan terencana, apa yang kita targetkan bisa jadi meleset.
“Financial goal penting karena akan berpengaruh pada perencaan financial atau keuangan kita ke depan,” pungkas Dipa yang saat itu jadi salah satu pembicara dalam acara FunAncial bareng HomeCredit di salah satu restoran kekinian di bilangan Jalan Cihampelas Bandung.
Selain Dipa, dalam acara yang menurut saya cukup penting tersebut juga mengundang Takdis, seorang travel blogger asal Bandung yang sekarang memiliki agen perjalanan.
Takdis sejak pertama kuliah memang senang backpacker-an, tidak hanya backpacker menjelajah Indonesia, melainkan juga ke manca negara. Saking senangnya backpackeran, pada Smester 5 di-DO dari kampusnya. Pada saat di-DO, posisi Takdis sedang mendaki Gunung Rinjani. Gokil juga, ya, hehehe.


Gagal Menjalankan Usaha
Sejak di-DO, Takdis banting setir jadi enterpreaner, dia mulai usaha membuat tas untuk anak-anak milenial yang senang backpackeran dan naik gunung. Tas yang dijual dengan harga di atas 1 juta tersebut, dalam waktu beberapa jam ludes terjual.
Tidak hanya jual tas, Takdis lantas merambah usaha foodtruck yang pada saat itu sedang booming. Setelah usaha foodtruck-nya jalan, Takdis membuat cafe. Lagi-lagi, karena mungkin usaha yang dijalankan momentnya tepat, usahanya lancar.
Seiring berjalannya waktu, karena saat menjalankan usaha Takdis tidak terlalu peduli dengan management keuangan, satu-satu persatu usahanya bangkrut dan tutup.
“Waktu itu karena saya pikir itu uang-uang saya, mau dipakai apa saja terserah,” ungkap Takdis blak-blakan, hehehe.
Setelah mengalami beberapa kegagalan Takdis mulai sadar, kini dalam menjalankan usaha travel yang baru digeluti serius beberapa tahun kebelakang, Takdis menggandeng teman sesama travel blogger yang tahu tentang keuangan. Jadi keuangan perusahaan lebih terkontrol.


Waspada Latte Factor
Ada yang tahu, apa itu Latte Factor. Latte factor itu istilah keuangan yang diperkenalkan oleh pakar keuangan terkenal bernama David Bach. Istilah ini menurut saya sangat relate dengan kehidupan zaman now.
Dalam teori financial, Latte Factor diartikan berbagai pengeluaran kecil yang tidak disadari tetapi rutin dilakukan. Sebut saja misalnya beli air mineral kemasan, beli cemilan, biaya transfer antarbank, hingga biaya top-up uang elektronik.
Pengeluaran kecil sehari-hari yang jadi kebiasaan ini sebetulnya nilainya terlihat sangat kecil. Akan tetapi jika kita sadar, setelah dihitung selama satu bulan saja, kita akan tercengang.
“Setiap bulan rata-rata menghabiskan kurang lebih Rp900.000,-“ ungkap Dipa.
Karena sudah menjadi kebiasaan, siapa pun tidak merasa telah terjangkit Latte Factor sehingga susah dihilangkan kecuali harus benar-benar sadar. Terlebih lagi, saat ini generasi milenial menjadi generasi yang sudah terbiasa dengan kecanggihan teknologi, sehingga semakin mudah mengakses berbagai kebutuhan hidup melalui gadget. 
Kebiasaan ini menjadikan mereka lebih gampang mengeluarkan uang hanya untuk eksis di media sosial, ikut-ikutan tren atau memuaskan nafsu belanja yang disesali kemudian.
Latte Factor Latte Factor bisa muncul dengan mudah hanya karena kebiasaan, tekanan sosial hingga kontrol diri yang lemah.

Efek Latte Factor
Seperti yang saya bilang di atas, anak-anak milenial sekarang tidak pernah merasakan telah terjangkit Latte Factor. Latte Factor jika dilakukan terus menerus tanpa sadar akan  menggerogoti penghasilan. Salah satu efeknya, kita akan sulit untuk menabung atau berinvestasi.
Efek lainnya, keuangan jadi tidak sehat, boros, dan hidup tidak ada perkembangan. Mau hidup terhenti hanya karena Latte Factor? Jangan pernah gaesss ... hidup kalian masih panjang, masih perlu mewujudkan impian-impian besar yang ada dalam hidup kalian.
Nah, lantas apa yang bisa dilakukan supaya tidak terpuruk karena Latte Factor? Caranya sangat sederhana, cari apa saja yang menjadi Latte Factor dalam hidup kalian? Kemudian catat dan cari ide untuk meninggalkannya.
Contoh, kita sering beli minuman kekinian yang sekali beli harus merogoh kocek sekitar Rp10.000,-, coba hitung (Rp10.000 X 30 hari = Rp300.000,-), mulai sekarang bolehlah merasakan minuman kekinian seminggu sekali, jadi cuma mengeluarkan Rp10.000,- X 4 = Rp40.000,-, uang yang kita keluarkan jadi jauh berkurang, kan? Sisanya sekitar Rp.260.000,- ditabung. Rp260.000.
Coba hitung Rp260.000 X 12 bulan (1tahun)? Kita jadi bisa menabung untuk keperluan lain yang lebih penting hingga Rp3.120.000,- , lumayan banget, kan? So, kalau sudah seperti ini, apa kita masih mau terus mengabaikan pengeluaran recehan? Kalau saya sih, nggak ogah!
Semoga bermanfaat.

Previous article
Next article

61 Komentar

  1. Aaaak, ini ceritanya pasti inspiring banget berbicara merintis pilihan passionya sejak kuliah, ada enak nggak enaknya. SMT 5 di DO pas nanjak, tp tak menghalangi untuk sukses ya.

    Mengenai late factor, ini kerasa banget duit jadi habis oleh pengeluaran tipis2. Kalau aku skrg sejak tahu ini lebih ketat lagi sih kalau mau jajan2an. Mau dong sukses juga

    BalasHapus
  2. Godaan jajan minuman kekinian memang sangat kuat, satu beli semua beli, harga sepuluh ribu dan 40 rb kalau sekeluarga beli, nggak terasa memang

    BalasHapus
  3. diriku sudah mulai memasukkan latte factor kedalam pengeluaran rutin dan harus di rem semisal minum kopi dan biaya entertainment klien. Dengan begini saya sudah bisa mengontrol batasan pengeluaran perbulannya

    BalasHapus
  4. Pengeluaran recehan tetapi frekuensunya cukup sering, lama kelamaan nilainya menjadi cukup besar dan harus disadari. Perlu belajar rajin mencatat pengeluaran dan meninggalkan kebiasaan yang kurang baik.

    BalasHapus
  5. Sekali lagi, latte factors menjadi pengeluaran bulanan yang tidak terdeteksi dalam pengeluaran bulanan. Dan untuk latte factors perlu diawasi pengeluaran nya perbulan

    BalasHapus
  6. Kalau sekali-kali jajan masih oke yaa...kang.
    Kalau keseringan, bikin keuangan gak sehat niih..

    Dan salut sama perjuangan Takdis.
    Sukses selalu, broo...

    BalasHapus
  7. Sepulang dari talkshow ini, saya mulai menghitung kebiasaan latte factors saya. Huaa..ternyata remeh temeh itu setelah dihitung nilainya bisa untuk mudik sekeluarga ke Ponorogo dua kali dalam setahun. Bener - bener harus melakukan revolusi kelola finansial nih ��

    BalasHapus
  8. Tentang latte factors memang jadi PR besar untuk saya, Kang.
    Kayaknya memang harus hati-hati lagi saat mengeluarkan biaya kecil tetapi sering. Malah bikin tabungan gak bertambah

    BalasHapus
  9. Bener banget kadang suka bingung uang abis kemana mungkin habis dengan pengeluaran-pengeluaran kecil yang tidak terasa setiap harinya.. Harus mulai belajar sadar agar bisa lebih ter-manage, tnx infonya

    BalasHapus
  10. Iya, benar juga. Latte faktor banyak yang tidak dihitung padahal besar sekali lho nominalnya. Ayo ah, belajar berhemat. Hanya beli yang diperlukan saja, jangan mengada-ada.

    BalasHapus
  11. Latte Factor Baru saya dengar, tapi sering terjadi, bahkan pengeluaran remeh temeh ini yang menjadi lubang kecil dan menenggelamkan kapal (finansial) saya.. menarik sekali pembahasannya

    BalasHapus
  12. Late Factor saya kayaknya lebih dari 900 ribu. Jadi pingin nyatet pengeluaran sekecil apapun. Males banget sih tapi kalau gak gini, bener kata Mas Ali, jangan mengabaikan pengeluaran recehan.

    BalasHapus
  13. lah.. kang ali itu yang mana ya? saya juga datang ke acara ini. belum kenalan, ga sempat ber-hai2 :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, iya ya, saking ramainya acara jadi nggak sempet kenalan

      Hapus
  14. Wah bener Juga ya, karena tulisan ini jadi ngitung ternyata latte factor itu bisa banyaaaak bangeeeeet jumlahnya kalo udah ditumpuk, harus makin memikirkan Hal itu jg nih kedepannya, lumayan soalnya. Makasih sharing infonya yaa

    BalasHapus
  15. Setuju!

    Latte Factor ini punya sifat sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit. Bisa menjadi hama di keuangan pribadi maupun bisnis. Untuk keuangan pribadi, penting dikontrol agar kita terhindar dari pengeluaran mengejutkan yang nggak disadari.

    Untuk keuangan bisnis, jadi salah satu faktor yang membuat keuangan stagnan di situ-situ saja padahal salesnya ramai. Membuat pencatatan keuangan meskipun sederhana, penting banget.

    BalasHapus
  16. Openingnya langsung membuat saya ikut terhenyak, Kang Ali. Jadi benar juga ya, kita lihat keuangan dulu, baru merencanakan sesuatu. Misalnya mau jalan-jalan. Mau keluar negeri, tapi duit tidak cukup ya percuma. Tapi kalau sudah ada duit, tinggal pilih mau jalan ke negara mana hehehe.

    Soal Latte Factor itu, memang kalau tidak disadari, penggeluaran banyak juga ya. Padahal untuk hal-hal kecil. Dan syukurnya saya tidak terjangkit. Mungkin faktor penghasilan juga yang aps-pasan hahaha. Jadi makan bakso sesuai jadwal saja. Sebulan 4 kali hahaha.

    BalasHapus
  17. Kang Ali, aku baru menyadari..

    Setiap bulan kadang aku suka mikir,
    kemana uang transferan yang masuk kemarin ya?
    Oolala, hidupku kebanyakan faktor latte ternyata mas..
    masukin uang ke top up e money, dikit-dikit beli promo makan siang, oalahhh gak kerasa uangnya habis gak bersisa

    BalasHapus
  18. Akkk,,,,, saya ini salah satu yang terjangkit latte factor kayaknya. Suka jalan2 malam berdua ama suami untuk ngopi. Tapi seminggu bisa 2-3 kali. Pantas nggak terasa duit habis-habis aja ya.

    BalasHapus
  19. Bener banget Kak. Aku juga suka terkaget-kaget ama keuangan aku. Perasaan nggak beli yang macem-macem. Tahu-tahu uangnya kurang atau habis. Kaget kan aku. Gara-gara ga pernah dicatet tahu-tahu bengkak deh. Aku baru tahu yang kayak gitu namanya Latte Factor. Sejak itu jadi belajar pakai skala prioritas aku. Ngomong-ngomong kak Ali Muakhir itu penulis buku anak dan novel remaja islami bukan ya? Soalnya namanya sama hee

    BalasHapus
  20. mulai sekarang kayaknya saya jangan menganggap remeh uang recehan ya, sebagai salah satu generasi millenial emang jujur suka kalap sama yang begituan, hmmm..nggak nyadar aja sih.

    BalasHapus
  21. Nah,,nah,, di-highlight ini.. Latte factors yaa... Saya banget ituu... Malas nyari atm yg sejenis dg kartu debit sy, mslnya kl belanja asal swipe aja di merchant beda bank. Ga mau ribet. Padahal kan kena charga itu n kl srg² bs lumanyuun wkwk. Tfs Mas

    BalasHapus
  22. Eh? Ada Mbak Erry juga di sana. Malah galfok. Hihihihi.

    Saya perhatikan. latte factor memang cukup mengancam pengaturan keuangan. Tak terasa keluarnya, tapi makjegaglik kalau dijumlahkan.

    Saya yang hanya di rumah juga sebenarnya ngerasain mengeluarkan uang untuk suatu hiburan yang seharusnya tak perlu. Kadang saya sedih karena telah melakukannya. Tapi nanti lupa lagi. Dasar, ya...

    BalasHapus
  23. Iyaa, yang sedikit itu justru kalau dihitung-hitung totalnya banyak juga ya. Makanya penting banget deh, mengatur dan mencatat keuangan keluarga, biar ga bablas jajan makanan kekinian terus

    BalasHapus
  24. Hahaha makjleb banget ya soal latte factor tu soalnya aku kalau wiken lbh suka jajan ketimbang masak wkwkw dan mayan juga keluar jalan ma keluarga. Kalau gak mau ngurangin kebiasaan itu kyknya yg kudu ditambah pendapatannya nih wkwkwk :D

    BalasHapus
  25. Menarik ya mas kalau ngomongin soal pengelolaan keuangan. Dan setuju latte faktor memang harua diwadpadai. Karena tahu tahu abis aja uang di atm. Kalau aku sih "penyakitnya" pesan makanan ke teman2 yang punya jualan. Kalau diitung2 ternyata lumayan besar. Aama jajan di luar. Makanya saya dan iatri mengurangi buat jajan di luar. Bahaya!

    BalasHapus
  26. Latte Factor! Saya baru tahu istilah ini. Dan teryata saya sudah melakukannya selama ini. Sepertinya saran untuk menguranginya perlu dilakukan. Semoga bisa saya lakukan di tahun depan ini

    BalasHapus
  27. Jadi, pas doi lagi di pendakian rinjani, surat DO nya keluar kang?
    kwkwkwwkwk *ngakak so hard*

    satu lagi latte factor nih mas... biaya parkir.

    BalasHapus
  28. hmmmm jadi mikir latte factor yang aku keluarin tiap bulan.thanks ya infonya

    BalasHapus
  29. Yang harus dicontoh semangatnya ya kak, walaupun habis di DO tetap semangat dengan jalan yang lain. Semangatt

    BalasHapus
  30. Baru tsu latte factors itu apa. Petlu bgt mantau si latte factors ini, biasa nya d sepelekan dan di abaikan, sekilas nilai nya sedikut, tp kalau d tumpuk lm2 menjd bukit. Petlu memanage pengeluaran dannoendapatan ini mah

    BalasHapus
  31. Wah acaranya seru banget yac kak, ngumpul bareng kominitas blogger dan belajar jadi blogger

    BalasHapus
  32. Betul banget, hal yang paling mengganggu dalam menabung adalah Latte Factor. Nggak kerasa khan ya, kalau pengeluaran-pengeluaran kecil ternyata kalau dihitung jumlahnya banyak, hhaha ...

    BalasHapus
  33. Merencanakan keuangang memang ga selalu mulus juga, tapi jika tidak merencanakan akan lebih bahaya juga ya. Makanya memang penting ya perencanaan keuangan sejak dini.

    BalasHapus
  34. Duh duh kecil tapi kalau dihitung bulanan jadi banyak jugaa...

    BalasHapus
  35. perencanaan keuangan emang kudu harus tepat sasaran. biasanya awal gajian justru pengen ini itu..begitu tengah bulan, udah rasa minim banget..

    harus bisa nyisihin buat tabungan sejak diawal gajian, bukan nabung sisa belanja..

    BalasHapus

"Monggo, ditunggu komentarnya teman-teman. Terima kasih banyak"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel